THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Rabu, 17 Juni 2009

Cadangan Minyak Terbesar Dunia Ditemukan di Perairan Aceh

INDONESIA krisis BBM ? Ironis memang. Sebab negara kita kaya akan minyak dan gas (Migas). Bahkan salah satu bukti terbaru menyebutkan, bahwa Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang melakukan survei geo-logi dan geofisika kelautan menemukan cadangan migas yang amat besar perairan ti-mur laut Pulau Simeulue, Aceh.

Bahkan ini diperkira-kan yang terbesar di dunia, yakni 320,79 miliar barel.

Meski volume tersebut, me-nurut Kepala BPPT Said Jenie, baru mempresentasi-kan ruang dalam batuan (tanki) yang belum tentu selu-ruhnya diisi oleh hidrokarbon, namun melihat berbagai in-dikasi yang berasosiasi de-ngan hadirnya migas, ia me-ngaku cukup optimistis.

“Memang penelitian masih perlu ditindaklanjuti. Tapi, jika memang terbukti benar, kita bisa bayangkan peneri-maan negara yang tak terkira jumlahnya dari penemuan ini,” ujarnya di Jakarta, Senin (11/02).

Ia menjelaskan, temuan yang didapati di daerah cekungan busur muka setelah melakukan survei seismik di perairan barat Aceh dalam kedalaman 500-800 meter dari dasar laut yang mem-punyai kedalaman 1.100 meter, mendapati perkiraan volume cadangan antara 17,1-10 miliar kubik. “Bila diketahui 1 meter kubik cadangan 6,29 barel, volume total minimumnya adalah 107,5 miliar barel dan volume maksimum 320,79 miliar barel,” jelasnya.

Menurut Direktur Pusat Teknologi Inventarisasi BPPT Yusuf Surahman, penemuan cadangan migas tersebut ditemukan pada porositas 30 persen. Porositas adalah po-tensi batuan mengikat mi-nyak. Biasanya, kata dia, dari potensi cadangan tersebut, kandungan minyaknya hanya 15 persen. “Dengan demikian, cadangan minyaknya diperki-rakan bisa sampai 53 miliar barel,” ungkapnya.

Said menambahkan, pene-muan ini sudah dilaporkan kepada presiden untuk ditin-daklanjuti. Sejauh ini, kata dia, sudah ada penawaran untuk melakukan studi lan-jutan dari PT Pertamina (per-sero). “Namun, hingga saat ini belum ada tanggapan dari Dirjen Migas Departemen ESDM,” kata Said. Pengamat perminyakan dari Exploration Think Thank Indonesia, An-dang Bachtiar menyatakan, setidaknya memerlukan wak-tu tiga tahun untuk membuk-tikan cadangan minyak ini. “Untuk biaya seismik ini saya perkirakan bisa US$5 juta-10 juta,” ujarnya.

Apabila, cadangan minyak di Aceh Barat ini memang ter-bukti, maka dapat dikatakan cadangan ini yang terbesar di dunia. Sebagai perbandingan, jumlah cadangan terbukti un-tuk Arab Saudi sebesar 264,21 miliar barel dan jum-lah cadangan untuk lapangan Banyu Urip, Cepu adalah se-kitar 450 juta barel. Lapangan migas dapat dikategorikan sebagai lapangan raksasa apabila volume cadangan terhitung mencapai 500 juta barel.(mdc/sbr)

Mengapa Kita Menolak Rencana Kenaikan BBM Awal Oktober Tahun 2005?

JAWABAN ATAS PERTANYAAN YANG SERING DIAJUKAN

1. PEMERINTAH MENGATAKAN, AKIBAT KENAIKAN HARGA MINYAK DUNIA, SUBSIDI BBM YANG MENINGKAT DRASTIS AKAN MENGANCAM DEFISIT ANGGARAN NEGERI KITA. BENARKAH?

TIDAK BENAR. Naiknya harga minyak dan gas dunia memang meningkatkan jumlah subsidi BBM. Tapi, juga meningkatkan pendapatan ekspor Indonesia dari sektor minyak dan gas. Artinya: naiknya pengeluaran untuk subsidi diimbangi oleh naiknya pendapatan ekspor migas. Anggaran akan aman karenanya. Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengatakan, pendapatan ekspor migas kita akan meningkat bersama naiknya harga minyak di pasaran internasional.

2. APAKAH SUBSIDI BBM MELEBIHI PENDAPATAN KITA DARI EKSPOR MIGAS?

TIDAK BENAR. Pendapatan ekspor migas lebih besar dari subsidi minyak. Menurut Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, pendapatan ekspor migas kita tahun 2005
ini mencapai Rp 175 triliun. Tahun 2004 lalu, pendapatan dari sektor migas ini hanya Rp 122 triliun. Artinya ada kenaikan lebih dari 40%. Sementara itu, masih menurut departemen yang sama, subsidi BBM yang dihitung dengan harga minyak dunia sekarang hanya sebesar Rp 135 triliun. Artinya ada surplus dari ekspor migas. Dengan kata lain, subsidi tidak akan mengancam defisit anggaran.

3. BENARKAH SUBSIDI BBM MERUPAKAN PENGELUARAN TERBESAR NEGARA, SEHINGGA JIKA DIPERTAHANKAN BAKAL MENGANCAM KEUANGAN NEGARA?

TIDAK BENAR. Di luar belanja rutin (gaji pegawai, Pembelian barang dan belanja pembangunan), pengeluaran terbesar pemerintah pusat ditempati oleh pembayaran utang negara. Pada hakikatnya pembayaran utang ini adalah subsidi pemerintah kepada orang-orang kaya pengemplang utang BLBI dsb.

4. BERAPA BESARNYA UTANG PEMERINTAH INDONESIA?

Indonesia merupakan salah satu negeri pengutang terbesar di dunia. Menteri Keuangan melaporkan pada pertengahan September 2005, utang pemerintah Indonesia mencapai Rp 1.200 triliun (seribu dua ratus triliun rupiah), atau 52% dari Pendapatan Domestik Bruto. Indonesia juga salah satu negeri yang paling berat beban utangnya. Sekitar 30-40% pengeluaran pemerintah pusat beberapa tahun terakhir dipakai untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang negara. Makin sedikit yang tersisa untuk belanja kesehatan dan pendidikan. Pembayaran utang akan meningkat dalam tahun-tahun mendatang: dari Rp 108,7 triliun pada 2004 menjadi Rp 118,5 pada 2006 depan.

5. WAKIL PRESIDEN JUSUF KALLA MENGATAKAN, KENAIKAN HARGA MINYAK MERUPAKAN SATU-SATUNYA JALAN INDONESIA KELUAR DARI KEBANGKRUTAN. BENARKAH PERNYATAAN ITU?

TIDAK BENAR. Pencabutan subsidi bukan satu-satunya jalan keluar untuk mencegah kebangkrutan. Ada alternatif lain:
a. Mengurangi kebocoran belanja rutin, yang selama ini banyak dikorupsi. Tahun 2003 saja BPK mengumumkan kebocoran APBN mencapai 150 trilyun.
b. Mengurangi pembayaran utang dengan cara meminta pemotongan jumlah utang. Anehnya pemerintah menolak tawaran moratorium utang

6. MENTERI ABURIZAL BAKRIE MENGATAKAN: ”PILIH MEMBAKAR RP 60 TRILIUN DI JALAN, ATAU SEKOLAH DAN RUMAH SAKIT GRATIS”. APA ARTI PERNYATAAN ITU?

PERNYATAAN ITU MENYESATKAN. Sekolah dan rumah sakit gratis hanya janji kosong. Pemerintah tidak akan mengalihkan Rp 60 triliun tadi, jika ada, untuk belanja pendidikan dan kesehatan. Tahun 2005, belanja sektor kesehatan hanya Rp 9,9 triliun, sementara pendidikan Rp 30,8 triliun. Bandingkan dengan pengeluaran untuk pembayaran utang, sebesar Rp 93,9 triliun. Tidak hanya pendidikan kesehatan yang makin merana. Pembangunan infrastruktur seperti jalan, air bersih dan perumahan juga menyusut. Belanja pembangunan terus merosot, sementara pembayaran utang terus meningkat.
(Dalam TriliunRupiah)
2004 2005 2006
Belanja Pembangunan Rp 71,9 Rp 49,6 Rp 45,0
Bayar Utang Rp 108,7 Rp 93,9 Rp 118,5


7. BENARKAH SUBSIDI BBM HANYA DINIKMATI ORANG KAYA, YAKNI ORANG-ORANG YANG MEMAKAI BENSIN, SOLAR DAN LISTRIK LEBIH BANYAK?

TIDAK BENAR. Baik orang kaya maupun orang miskin menikmati subsidi BBM. Subsidi BBM adalah subsidi tidak langsung. Artinya bukan bensin, solar atau minyak tanah itu sendiri yang mempunyai arti. Subsidi BBM menopang daya beli masyarakat. Jika subsidi dicabut, daya beli masyarakat akan jatuh. Bahan bakar merupakan komponen setiap barang dan jasa yang kita konsumsi (pangan, sandang, perumahan, obat-obatan, layanan pendidikan). Jika subsidi dihapus, maka harga pangan, sandang, perumahan, obat dan layanan pendidikan meningkat drastis. Orang miskin akan semakin sulit menjangkau kebutuhan pokok dan layanan dasar yang harganya melambung. Dampak kenaikan harga lebih besar bagi orang miskin ketimbang bagi orang kaya.

8. TAPI, BUKANKAH ORANG KAYA MENGKONSUMSI ENERGI (MINYAK, SOLAR DAN BENSIN) LEBIH BANYAK KETIMBANG ORANG MISKIN, ARTINYA MEREKA MENERIMA SUBSIDI LEBIH BANYAK DARI ORANG MISKIN?

BENAR. Orang kaya memang mengkonsumsi minyak dan energi lebih banyak karena mereka punya rumah lebih besar (listrik lebih banyak, untuk penerangan, kulkas dan AC) dan punya mobil yang haus bensin. Itu memang tidak adil. Harus ada cara untuk mengoreksi ketidakadilan itu. Pencabutan subsidi bukan cara satu-satunya. Kita tak perlu membakar rumah untuk menangkap tikus.

9. ADAKAH CARA LAIN UNTUK MENGOREKSI KETIDAKADILAN ITU?

ADA. Ketidakadilan dalam konsumsi minyak bersubsidi bisa dikoreksi dengan menerapkan pajak yang sangat tinggi pada mobil pribadi, kulkas, AC, peralatan elektronik dan sebagainya, untuk mengkompensasi tingginya pemakaian bahan bakar mereka.

10. TAPI, BUKANKAH ORANG MISKIN DIBERI KOMPENSASI?

BENAR. TAPI JUMLAHNYA SANGAT SEDIKIT. Kompensasi pencabutan subsidi pada Oktober 2005 ini hanya sebesar Rp 4,7 triliun untuk sekitar 15,5 juta keluarga. Bandingkan angka itu dengan pembayaran utang negara yang mencapai lebih dari Rp 90 triliun.

11. BUKANKAH SUBSIDI BBM MENYEBABKAN PENYELUNDUPAN?

BUKAN. Penyelundupan disebabkan oleh rendahnya kinerja pemerintah dalam menegakkan hukum, di samping merajalelanya korupsi. Gaji pegawai pemerintah terus meningkat, tapi mengurus penyelundupan tidak bisa.
(Dalam Triliun Rupiah)
2004 2005 2006
Belanja Pegawai Rp 54,2 Rp 61,1 Rp 77,7


12. BUKANKAH HARGA MINYAK DI INDONESIA PALING MURAH?

TIDAK. Masih ada negara yang jauh lebih murah dibandingkan dengan Indonesia. Saudi Arabia, Brunei Darussalam dan Venezuela.

EKPLOITASI MIGAS AKAN UNTUNGKAN WARGA MADURA

Eksploitasi minyak bumi dan gas (migas) di Madura nantinya akan menguntungkan masyarakat Madura, terutama yang tinggal di sekitar lokasi sumber migas.

Pamekasan, 15/5 (Roll News) - Eksploitasi minyak bumi dan gas (migas) di Madura nantinya akan menguntungkan masyarakat Madura, terutama yang tinggal di sekitar lokasi sumber migas.

"Hal ini sudah terjadi di sejumlah daerah di Indonesia yang telah kami lakukan pengeboran. Masyarakat telah merasakan keuntungannya," kata Kepala Perwakilan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi dan Gas (BP Migas) wilayah Jawa Timur, Hamdi Zainal, kepada ANTARA, Jumat.

Ia mencontohkan seperti yang telah terjadi di daerah Kalimantan. Di sana, kata Hamdi Zainal, perekonomian masyarakat yang tinggal di seputar lokasi eksploitasi berkembang dengan pesat. Sebab masyarakat bisa berjualan berbagai kebutuhan pekerja, seperti makanan dan minuman, termasuk penciptaan lapangan kerja baru.

Menurut dia, dari 27 sumur migas yang diekploitasi dan berhasil menemukan sumber migas, tenaga kerja yang terekrut mencapai ratusan orang, seperti petugas kebersihan, petugas satuan pengamanan dan pekerja lainnya.

Di Madura, kata Hamdi, pihaknya akan memperioritaskan pekerja lokal terekrut sebagai tenaga kerja BP Migas dengan cacatan sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.

"Tidak hanya itu saja, semua kelengkapan ekploitasi nantinya semaksimal mungkin akan kami gunakan dari Madura. Seperti sewa mobil dan kelengkapan transportasi lainnya," ujarnya.

Bahkan, lanjut dia, BP Migas, juga telah menginstruksikan agar menggunakan mobil operasional yang akan digunakan nantinya bernomor polisi "M".

"Tidak boleh menggunakan mobil operasional bernomor polisi "L". Itu sudah menjadi keputusan kami," lanjutnya.

Dari segi pendapatan, kabupaten daerah penghasil migas juga akan mendapatkan jatah bagi hasil, sesuai dengan undang-undang no. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah Daerah. Menurut ketentuan bagi hasil antara pemerintah pusat dan daerah, minyak bumi (84,5%:15,5%), sedang gas bumi (69,5%:30,5%).

"Dari 15 persen ini 6 persen untuk daerah. Jadi semuanya akan kembali ke daerah juga," terang Hamdi Zainal.

Ia mengatakan, yang juga perlu dipahami oleh semua pihak, bahwa apa yang dilakukan oleh BP Migas, semata-mata untuk kepentingan pemerintah, yakni sesuai dengan keputusan presiden (Keppres) nomor 61 tahun 2004 yang tujuannya untuk mendapatkan devisi negara sebanyak-banyaknya.

Terkait adanya penolakan rencana ekplorasi dan ekploitasi migas yang disampaikan Forum Komunikasi Mahasiswa Geger (FKMG) di wilayah Kecamatan Geger Bangkalan, pada Rabu (13/5), Hamdi Zainal menyatakan, itu tidak beralasan.

"Ini tidak ada kaitannya dengan mahasiswa dan kami telah melakukan sosialisasi ke Pemkab Bangkalan tentang rencana ekplorasi di sana," katanya.

Penolakan rencana ekplorasi yang akan dilakukan pihak SPE Petroleum Ltd, sebagai pihak pelaksana ekplorasi dan ekplotoitasi BP migas tersebut dilakukan, karena mereka khawatir akan terjadi persoalan nantinya, sebagaimana yang terjadi di Sidoarjo.

Juru bicara mahasiswa, Sujai, waktu itu menyatakan, warga di sekitar lokasi ekplorasi Migas tersebut khawatir dengan rencana tersebut. Apalagi di Kabupaten Bangkalan sendiri pernah terjadi kasus ledakan saat melakukan ekplorasi.

"Kami perlu menolak rencana ekplorasi ini, karena ternyata hanya menimbulkan keresahan bagi warga. Artinya rencana SPE Petroluem harus dihentikan jangan sampai dilanjutkan," katanya.

Rencananya ekplorasi Migas oleh SPE Petroleum Ltd sebagai kontraktor dari pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (BP Migas) di kecamatan Geger akan dilakukan di dua desa. Yakni Desa Banyonning Dajah dan Desa Katol, Kecamatan Geger, Kabupaten Bangkalan.

Sementara, Jumat (15/5) puluhan mahasiswa yang mengatasnaman diri Forum Komunikasi Mahasiswa Geger kembali berunjuk rasa ke kantor DPRD Bangkalan, meminta Pemkab dan pihak BP Migas segera melakukan sosialisasi ke masyarakat sekitar Desa Banyonning dan Desa Katol terkait rencana tersebut.

Migas Melimpah Di Kutub Utara.


BADAN pemerintah Amerika Serikat, US Geological Survey, kemarin, melaporkan bahwa Kutub Utara menyimpan kandungan minyak bumi dan gas yang melimpah. USGS memperkirakan wilayah di ujung utara bumi itu mengandung sekitar 90 miliar barel minyak mentah, 1.670 triliun kaki kubik gas, dan 44 juta barel gas cair.

Sebanyak 84% sumber energi potensial tersebut terdapat di lepas pantai. Laporan USGS dipublikasikan sepekan setelah pemerintah AS mencabut larangan pengeboran minyak lepas pantai yang telah diterapkan sejak 17 tahun silam. "Sumber daya tersebut berjumlah sekitar 22% dari sumber daya yang dapat diperbarui dan belum ditemukan di muka bumi," kata USGS dalam laporannya.

Kutub Utara berada di dalam wilayah enam negara, yakni AS, Rusia, Kanada, Swedia, Norwegia, dan Greenland. Para ahli USGS mengatakan, 90 miliar barel minyak mentah tersebut berada di Alaska (AS), Cekungan Barents (Rusia), wilayah Greenland bagian timur dan barat, dan Kanada bagian timur.

Namun, ahli geologi USGS Donald Gautier menyatakan jumlah perkiraan tersebut masih belum pasti. "Daratan Alaska kini menjadi wilayah paling potensial untuk melakukan perburuan minyak di wilayah kutub itu," kata Gautier.

MINYAK MENTAH NAIK, PROGRAM KONVERSI MINYAK TANAH DIKEBUT

Akibat lonjakan harga minyak mentah yang tinggi, pemerintah akhirnya memutuskan mempercepat program konversi minyak tanah ke LPG. Semula program ini ditargetkan rampung 2012 tetapi dipercepat menjadi 2010.

Keputusan ini merupakan hasil Rapat antara Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan para Komisaris dan Pimpinan PT Pertamina di Kantor Pertamina, Senin (22/10) yang disampaikan Kalla kepada Wartawan di Depo Pengisian LPG 3 Kg di Koja Jakarta Utara Senin Sore (22/10).

Menurut Kalla, tidak ada cara lain yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengurangi atau menghilangkan tekanan pengaruh harga minyak mentah dunia yang sudah mendekati angka US$ 90 per barel terutama tekanannya terhadap subsidi bahan bakar minyak (BBM).

"Kalau dihitung-hitung, jika minyak mentah naik Menjadi US$ 100 per barel, subsidi BBM per liter bisa mencapai Rp 5000," kata Kalla. Kalau konsumsi BBM setahun mencapai 10 juta kiloliter, maka subsidinya per tahun bisa mencapai Rp 50 triliun per tahun.

menurut Kalla, semua kesiapan dan dukungan untuk mempercepat program konversi ini sudah ada. Infrastruktur dan keterlibatan swasta juga sudah disiapkan. Pemerintah, kata dia, optimistis bisa mempercepat program ini karena masyarakat sudah merasakan dampaknya dan sudah mulai terbiasa. "Kalau tidak nanti bisa terus menerus terpengaruh kenaikan minyak mentah," kata dia.

Anton Aprianto

TAK ADA CARA ATASI GEJOLAK MINYAK, KECUALI KONVERSI, KATA WAPRES

Wapres Jusuf Kalla menegaskan tidak ada upaya lain untuk mengatasi meroketnya harga minyak dunia, kecuali dengan mempercepat target penuntasan program konversi energi dari minyak ke gas.

Penegasan itu dikemukakan Wapres saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Depot LPG domestik Pertamina di Tanjung Priok, Jakarta, Senin sore, untuk melihat perkembangan program konversi energi masyarakat.

Wapres menjelaskan bahwa dengan tingkat harga minyak dunia yang mencapai 90 dolar AS/barel, maka harga minyak tanah di masyarakat bisa mencapai Rp7 ribu/liter.

"Kalau kita tidak mempercepat program konversi energi ini dan subsidi pemerintah bisa mencapai Rp5 ribu/liter, maka kalau dipakai 10 juta kilo liter subsidi bisa mencapai Rp50 triliun," katanya.

Karena itu, ujar Kalla, pemerintah minta Pertamina agar mempercepat pencapaian target konversi energi dari tahun 2012 menjadi selesai seluruhnya pada tahun 2010.

Dari hasil peninjauannya, Wapres mendapat laporan bahwa kesiapan berbagai instansi untuk merealisasi target yang diinginkan pemerintah sudah mencukupi.

"Swasta juga sudah membangun fasilitas-fasilitas agar masyarakat bisa lebih cepat menikmati gas ini secara merata dan nasional," ujar Kalla.

Lebih lanjut Wapres mengatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian, masyarakat sudah bisa menerima program konversi energi dan bahkan penggunaan gas justru banyak memberi keuntungan.

Menurut Kalla, keuntungan pengusaha warung makanan yang menggunakan kompor gas ternyata mendapat keuntungan rata-rata Rp450 ribu/bulan dan untuk rumah tangga keuntungan itu berkisar Rp25-30 ribu/bulan.

"Kita minta agar dikaji lagi bagaimana target bisa dipercepat menjadi hanya 3 tahun dari semula 5 tahun, karena tidak ada cara lain untuk menanggapi kenaikkan harga minyak dunia ini," kata Wapres.

Sementara itu, Pertamina mengkonfirmasi bahwa setiap hari distribusi gas ke masyarakat antara 20-30 ribu tabung dan seusai Lebaran ini kapasitas distribusi akan ditingkatkan menjadi 50 ribu tabung/hari.

Namun demikian, Pertamina menyatakan bahwa kemampuan distribusi itu sangat bergantung pada ketersediaan tabung-tabung gas beserta kompornya.

"Sebenarnya sekarang masalah bukan lagi di Pertamina," ujar Kalla, seraya menambahkan bahwa pemerintah sudah meminta industri tabung gas untuk meningkatkan kapasitas produksi mereka.

Wapres juga telah meminta agar 12 perusahaan yang memproduksi tabung gas berkapasitas 3 kg itu untuk terus bekerja hingga 3 shift.

"Itu pun belum cukup dan masih kurang sekitar 6,2 juta tabung lagi," katanya. (*)

Mengakhiri Krisis Migas


[AL-ISLAM Edisi: 421] Kita masih terus disuguhi informasi melalui media televisi tentang antrean masyarakat yang berjuang memperoleh beberapa liter minyak tanah. Pada saat yang sama, konversi (pengalihan) minyak tanah ke gas juga tidak berjalan mulus. Saat ini, gas 3 kg yang diperuntukkan bagi masyarakat sebagai hasil dari konversi, harganya terus melejit. Di beberapa daerah ada yang sudah mencapai Rp 18 ribu pertabung. Bahkan untuk gas yang 12 kg, harganya sudah berkisar Rp 80 ribu-100 ribu pertabung. Selain harganya yang terus merangkak naik, pasokan gas juga akhir-akhir ini bermasalah. Wajar jika, selain harganya sangat mahal, sebagian masyarakat juga kesulitan untuk mendapatkan gas.

Konversi (pengalihan) minyak tanah ke elpiji bagi masyarakat dirasakan tidak efisien dan menimbulkan masalah karena beberapa alasan: Pertama, dari aspek fisik. Minyak tanah bersifat cair sehingga transportasinya mudah, pengemasannya mudah, dan penjualan dengan sistem eceran pun mudah. Masyarakat kecil, misalnya, bisa membeli minyak tanah hanya 0,5 liter dan mereka dapat membawanya sendiri dengan mudah. Kondisi ini tak mungkin bisa dilakukan untuk pembelian elpiji karena elpiji dijual pertabung. Masyarakat jelas tidak mungkin bisa membeli elpiji hanya 0,5 kg, lalu membawanya dengan plastik atau kaleng susu bekas. Kedua, dari aspek kimiawi. Elpiji jauh lebih mudah terbakar (inflammable) dibandingkan dengan minyak tanah. Karena itu, kita memang layak mempertanyakan sejauh mana efektivitas dan keamanan kebijakan konversi tersebut. Ketiga, minyak dan gas mulai menghilang di pasaran. Kalaupun ada, harganya sangat tinggi sehingga masyarakat tak sanggup membelinya. Di beberapa daerah harga minyak tanah ada yang menembus Rp 8 ribu-12 ribu/liter, dan harga gas 3 kg berkisar Rp 15 ribu-18/tabung. Bagi rakyat kecil, membeli bahan bakar sebesar itu jelas sangat memberatkan. Dari aspek ini, kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji jelas bermasalah.

Jika alasannya untuk mengurangi subsidi dan memanfaatkan gas produksi dalam negeri guna memenuhi kebutuhan energi nasional, mengapa Pemerintah tidak mengkonversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD, yang memakai solar) dengan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG)? Konversi dari PLTD ke PLTG bisa dilakukan dengan menambah alat converter di mesin-mesin pembangkit listrik. Bahkan sebagian mesin di PLTD bisa dioperasikan dengan solar ataupun gas. Saat ini, misalnya, akibat pemakaian solar, subsidi Pemerintah untuk PLN mencapai Rp 25 triliun. Jika memakai gas, subsidi itu nyaris nol dan Pemerintah bisa mengkonversi subsidi tersebut untuk membangun pusat-pusat pembangkit listrik di wilayah-wilayah lain yang kekurangan pasokan listrik.

Secara nasional, misalnya, PLN hanya memasok listrik 54 persen dari kebutuhan penduduk Indonesia. Ini artinya, jika prioritas konversi itu diberikan kepada PLN dulu, niscaya hal itu akan banyak membantu meningkatkan perekonomian masyarakat. Studi yang dilakukan Japan International Cooperation Agency di wilayah lereng Gunung Halimun, Jawa Barat, menunjukkan tingkat perkembangan perekonomian masyarakat akibat masuknya jaringan listrik di pedesaan mencapai lebih dari 30 persen. Ini terjadi karena listrik tidak hanya menerangi jalan, tetapi juga menjadikan masyarakat bisa mengikuti acara radio, TV, dan lain-lain sehingga membuka wawasan mereka dan mengerti akses pasar untuk menjual produk-produk hasil buminya.

Konversi: Alat Pembenaran Eksploitasi Gas

Sebenarnya konversi minyak tanah ke elpiji merupakan pembenaran atas eksploitasi gas secara besar-besaran yang berorientasi pada globalisasi pasar bebas dan liberaliasi ekonomi. Kebijakan konversi ini hanyalah upaya Pemerintah untuk mempercepat laju investasi para pemilik modal perusahaan-perusahaan swasta nasional maupun asing untuk menguras sumber energi migas yang ada di Indonesia. Karena itu, bisa disimpulkan bahwa negara telah menjadi alat pihak pebisnis energi untuk memperoleh keuntungan, ketimbang untuk kesejahteraan rakyatnya.

Di sisi lain, pemangkasan subsidi minyak digunakan untuk membayar utang kepada negara donor gara-gara resep yang diberikan oleh IMF dan Bank Dunia sejak Indonesia mengalami krisis moneter tahun 1997-1999 sehingga membuat negeri ini terlilit utang ribuan trilliun rupiah. Ironisnya, proyek-proyek industri ekstraktif beserta turunannya, yang notabene dibiayai dari utang, dikuasai oleh perusahan-perusahaan swasta. Dalam menjalankan proyek itu perusahaan tersebut berkolaborasi dengan perusahaan multinasional (MNC) atau asing. Misal: PT Bakrie Pipe Industries (BPI) memenangkan tender pengadaan pipa senilai US$12,4 juta untuk proyek penyaluran gas dari Pantai Utara Jawa ke PLTGU Muara Karang yang dilaksanakan Beyond Petroleum. Sebelumnya BPI memasok pipa untuk proyek migas skala besar seperti yang dibangun Caltex Pacific Indonesia, Conoco, Pertamina dan masih banyak lagi. Sebagian besar proyek-proyek yang ditawarkan dalam Infrastruktur Project 17-18 Januari tahun 2005 adalah proyek pemipaan gas untuk mendistribusikan gas ke luar negeri.

Mengapa resep yang salah ini digunakan terus? Tidak lain untuk mengamankan mata rantai penghubung kepentingan operasi modal internasional di Indonesia. Hal ini seirama dengan UU No.22/2001 yang memberikan akses sebesar-besarnya bagi pemilik modal untuk menguasai migas Indonesia; mulai dari hulu (eksplorasi dan ekspolitasi) hingga hilir (pengolahan, penampungan, distribusi dan pengecerannya).

Asing Menguasai Sekitar 90% Ladang Migas

Meski migas hakikatnya milik rakyat, kenyataannya 85% ladang migas dikuasai pebisnis asing. Semua sumber gas bumi dengan cadangan besar juga telah dikuasai modal asing. Ada 28 Blok lapangan Migas di Jatim, yang 90%-nya dikuasai oleh korporasi. Blok Cepu dikuasasi Exxon. Blok Pangkah di Kabupaten Gresik dikuasai Amerada Hess. Di Perairan Sampang Madura dikuasai Santos Oyong Australia. Di Tuban-Bojonegoro-Lamongan dan Gresik dikuasasi Petrochina. Dll.

Pada tahun 2000 keuntungan yang diraih Exxon mencapai US $ 210 miliar. Ironisnya, hingga januari 2000 tercatat 59.192 kepala keluarga di Kabupaten Aceh Utara Kecamatan Pidie tergolong prasejahtera (baca: sangat miskin). Hasil survei Pendataan Indeks Kependudukan Terbaru (PIKB) BPS Jatim tahun 2003, bahwa daerah yang kaya sumberdaya alam migas penduduknya banyak yang miskin. Kabupaten Sumenep yang kaya dengan migas, penduduk miskinnya nomor dua se-Jatim. Kabupaten Bojonegoro yang telah ditetapkan kandungan 1,2 miliar barel gas dan minyak 600 miliar barel, masyarakatnya miskin nomor empat se-Jatim.

Yang lebih ironis, di tengah mahal dan langkanya gas di dalam negeri, selama ini ternyata Indonesia mengekspor gas ke luar negeri dengan dengan harga yang super murah. Ini terutama terkait dengan kontrak penjual gas Tangguh ke Cina yang diteken pada masa Presiden Megawati. Kontrak penjualan tersebut—dengan harga flat 3,8 dolar/ mmbtu selama 25 tahun masa kontrak, padahal harga di pasaran internasional saat ini 20 dolar AS—menurut Wapres Yusuf Kalla, berpotensi merugikan negara sebesar Rp 750 triliun (Kompas.com, 29/8/2008). Memang, saat ini Pemerintahan SBY-JK sedang melakukan negosiasi ulang. Namun, jelas hal itu belum menyelesaikan masalah jika pasokan gas di dalam negeri kurang dan harganya tetap mahal sehingga sulit dijangkau rakyat kebanyakan.

Solusi Praktis

Untuk mengatasi masalah ini, ada beberapa langkah praktis yang bisa ditempuh Pemerintah: Pertama: Memfokuskan pelayanan migas di dalam negeri semata-mata untuk kepentingan rakyat, bukan fokus pada ekspor. Kalaupun harus ekspor, jelas itu harus dilakukan setelah kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan dengan harga yang semurah mungkin. Kedua: Melakukan negosiasi ulang seluruh kontrak migas dengan pihak swasta/asing, yang nyata-nyata telah merugikan negara. Ketiga: Memanfaatkan seoptimal mungkin sumberdaya alam (migas, emas, batubara, dan lainnya) yang sangat melimpah itu, yang hakikatnya adalah milik seluruh rakyat. Sumberdaya alam tersebut harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat, bukan justru dijual atau diserahkan pengelolaannya kepada swasta, baik asing maupun domestik.

Karena itu, langkah yang paling real dan rasional saat ini adalah, negara wajib mengambil-alih kembali kepemilikan serta pengelolaan sumberdaya alam, khususnya di sektor energi, dari tangan para pemilik modal dan menghentikan kontrak-kontrak yang telah terlanjur diberikan kepada korporasi, bukan malah memprivatisasinya. Negara wajib menjadikan energi sebagai sumber kekayaan untuk mensejahterakan masyarakat dan tetap memberikan energi murah kepada rakyat.

Lebih dari itu, untuk mengakhiri penderitaan rakyat akibat dari permasalahan energi di atas, negara harus berani menerapkan syariah Islam—yang notabene bersumber dari Allah, Pencipta manusia dan alam ini—untuk mengatur semua aspek kehidupan masyarakat, khususnya dalam pengelolaan sumberdaya alam, terutama di sektor energi. Syariah Islam jelas telah mewajibkan agar pengelolaan dan distribusi atas sumberdaya alam yang menguasasi hajat hidup orang banyak berada di bawah kekuasaan negara demi menjamin kesejahteraan rakyatnya. Apalagi sumberdaya alam yang menguasasi hajat hidup orang banyak itu memang milik rakyat. Rasulullah saw. bersabda:

«الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْكَلإَِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ»

Kaum Muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: padang gembalaan, air dan api (HR Abu Dawud, Ibn Majah dan Ahmad).

Khatimah

Akhirnya, kami tidak pernah bosan untuk mengingatkan seluruh rakyat Indonesia, termasuk para pejabat dan para wakil rakyat, bahwa sesungguhnya negeri ini tidaklah akan bisa keluar dari krisis yang membelenggu dan tidak akan mampu membebaskan diri dari segala kelemahan kecuali bila di negeri ini diterapkan syariah Islam secara kaffah. Jika tidak, selamanya negeri ini akan terus didera kesulitan demi kesulitan. Allah SWT mengingatkan:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (syariah), dia berhak mendapatkan kehidupan yang sempit, dan kami akan mengumpulkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta (QS Thaha [20]: 124).

Terakhir, kami mengingatkan Pemerintah akan sabda Nabi saw.:

«الَلَّهُمَّ مَنْ وُلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُق عَلَيْهِ»

Ya Allah, siapa saja yang menjadi pengatur urusan umatku, kemudian ia membebani mereka, maka bebanilah dia (HR Muslim).

Migas Raksasa Ditemukan di Aceh

Alih Istik Wahyuni - detikfinance

Jakarta - BPPT menemukan potensi sumber daya minyak dan gas raksasa di perairan barat Aceh. Potensi hidrokarbon di lokasi tersebut kemungkinan bisa mencapai sekitar 50 miliar barel.

Direktur Pusat Teknologi Inventarisasi BPPT Yusuf Surahman menjelaskan, potensi itu berdasarkan perhitungan dengan porositas 15 persen. Porositas merupakan kemungkinan batuan menyimpan cairan (termasuk minyak) di dalam batuan tersebut.

"Karena rata-rata saat ini porositas yang digunakan sekitar 20 persen. Jadi 15 persen realistis," katanya dalam jumpa pers di gedung BPPT, Jakarta, Senin (11/2/2008).

Sementara jika menggunakan porositas 30 persen, maka diperkirakan volume minimum cekungan mencapai 107,5 miliar barel dan volume maksimumnya 320,79 miliar.

Jika dibandingkan negara-negara lain, penemuan ini termasuk penemuan yang besar. Seperti Arab Saudi yang cadangan terbuktinya 264,21 miliar barel atau Banyu Urip di Jatim yang 450 juta barel.

Penemuan bermula dari penelitian yang dilakukan BPPT terkait gempa tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004. Saat itu BPPT meneliti struktur geologi di sekitar Aceh dan Nias dan menemukan potensi hidrokarbon di sekitar pulau Simeuleu.

Yusuf mengakui, hidrokarbon tersebut belum bisa dipastikan sebagai kandungan minyak dan gas. Dibutuhkan kajian yang lebih teliti untuk mengetahuinya.

Namun pihaknya menemukan carbonat builds up yang mencirikan minyak dan bright spot yang mencirikan gas.

Kepala BPPT Said Jenie menjelaskan pihaknya sudah melaporkan penemuan ini Departemen ESDM, tapi lama tak dapat respons. Sampai akhirnya Pertamina menyatakan ketertarikan untuk bekerjasama dengan BPPT melakukan kajian lebih dalam.

"Pertamina sudah kirim letter of intent," katanya

Ketua Exploration Think Tank Indonesia Andang Bachtiar memperkirakan butuh 3 tahun untuk membuktikan cadangan dengan melakukan pengeboran 14 sumur dan studi seismik senilai US$ 3 juta.

Yusuf menambahkan, penemuan ini dipicu gempa yang terjadi di Aceh desember 2004 yang membuat geseran lokasi source rock. Source rock merupakan batu yang mengeluarkan panas untuk 'mematangkan' kandungan minyak. Potensi hidrokarbon ini ditemukan di kedalaman sekitar 1.900 meter dibawah air laut.

Ditemukan, Lapangan Migas Raksasa di Aceh

BPPT: Lebih Besar dari Milik Arab Saudi
JAKARTA - Bencana dahsyat tsunami di Aceh 26 Desember 2004 memunculkan berkah tak terduga empat tahun kemudian. Berawal dari studi pascagempa tsunami di perairan barat Sumatera, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) kemarin (11/2) memublikasikan temuan blok dengan potensi kandungan migas raksasa.

Direktur Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam BPPT Yusuf Surahman mengatakan, Survei BPPT bersama Bundesanspalp fur Geowissnschaften und Rohftoffe (BGR Jerman) itu menemukan kawasan perairan yang di dalam buminya diperkirakan terkandung migas 107,5 hingga 320,79 miliar barel. Lapangan migas tersebut terletak di daerah cekungan busur muka atau fore arc basin perairan timur laut Pulau Simeuleu, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). "Kandungan migas itu luar biasa besar," ujar Yusuf di Kantor BPPT Jakarta kemarin (11/2).

Sebagai perbandingan untuk menunjukkan besarnya kandungan migas di Aceh tersebut, Yusuf menyebutkan, saat ini cadangan terbukti di Arab Saudi mencapai 264,21 miliar barel atau hanya 80 persen dari kandungan migas di Aceh. Sementara itu, cadangan Lapangan Banyu Urip di Cepu diperkirakan hanya 450 juta barel. Lapangan migas dapat dikategorikan raksasa atau giant field jika cadangan terhitungnya lebih dari 500 juta barel.

Menurut Yusuf, angka potensi tersebut didapat dari hitungan porositas 30 persen. Artinya, diasumsikan hanya 30 persen dari volume cekungan batuan itu yang mengandung migas. Meski demikian, lanjut dia, belum tentu seluruh cekungan tersebut diisi hidrokarbon yang merupakan unsur pembentuk minyak. "Karena itu, penemuan ini perlu kajian lebih lanjut," katanya.

Dia menyatakan, meski belum diketahui secara pasti, salah satu indikasi awal keberadaan migas di cekungan tersebut dapat dilihat dari adanya carbonate build ups sebagai reservoir atau penampung minyak serta bright spot yang merupakan indikasi adanya gas.

Sejauh ini, lanjut Yusuf, Tim BPPT optimistis perairan timur laut Pulau Simeuleu mengandung migas skala raksasa. Sebab, beberapa daerah yang memiliki karakteristik sama sudah terbukti mengandung migas. Di antaranya, di wilayah Myanmar, Andaman, serta California, AS.

Meski demikian, BPPT akan tetap membuat perhitungan realistis. Menurut Yusuf, jika porositas diperkecil menjadi 15 persen, artinya diasumsikan hanya 15 persen dari volume cekungan yang mengandung migas, angka minimal cadangannya masih 53,7 miliar barel. "Tetap saja angka itu masih sangat besar," terangnya.

Penemuan BPPT tersebut mendapat tanggapan positif dari ahli geologi perminyakan Andang Bachtiar yang kemarin juga hadir di Kantor BPPT. Chairman PT Exploration Think Tank Indonesia (ETTI) itu mengatakan, wilayah perairan Indonesia memang memiliki banyak cekungan atau basin yang berpotensi mengandung migas. "Banyak di antaranya yang belum teridentifikasi," ujarnya.

Hingga saat ini, kata dia, sudah ada 66 cekungan plus 6 cekungan fore arc basin yang teridentifikasi berisi minyak. Pada 2003, lanjut dia, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) berhasil mengidentifikasi hipotesis cadangan gas sebesar 26,7 triliun kaki kubik (TCF) yang tersebar di beberapa wilayah. "Kebanyakan memang berada di sebelah barat Sumatera," terangnya.

Terkait dengan penemuan BPPT itu, Andang menyatakan masih perlu kajian lebih lanjut untuk bisa mendekati hitungan berapa besar cadangan terbuktinya. Menurut dia, lokasi studi seismik 2D yang dilakukan BPPT dengan interval jarak 60 km masih terlalu longgar. "Harus lebih rapat lagi, paling tidak intervalnya 20 km," katanya.

Karena itu, lanjut dia, BPPT harus segera berkoordinasi dengan pemerintah untuk segera menindaklanjuti temuan tersebut. Sebab, untuk mengkaji lebih teliti, dibutuhkan dana cukup besar.

Dia menyebut, untuk proses studi seismik 2D yang lebih rapat, dibutuhkan dana sekitar USD 7 juta. Kemudian, untuk mengetahui angka cadangan migas, perlu dilakukan minimal 14 pengeboran sumur di 14 titik cekungan. Biaya pengeboran satu sumur, lanjut alumnus Colorado School of Mines, AS, itu, sekitar USD 30 juta. Dengan demikian, minimal dibutuhkan dana USD 427 juta. "Itu baru untuk studi eksplorasi. Untuk pengembangan lapangan, jumlahnya jauh lebih besar," jelasnya.

Andang menambahkan, yang saat ini harus segera dilakukan BPPT dan pemerintah adalah koordinasi. Menurut dia, meskipun lapangan migas tersebut paling cepat baru dapat dikembangkan dalam waktu tujuh tahun ke depan, pemerintah harus bergerak cepat. "Jangan sampai potensi ini salah urus," tegasnya.

Dia mengatakan, karakter lapangan yang berada di laut dalam (kedalaman lebih dari 200 meter) jelas membutuhkan dana besar dan teknologi tinggi yang belum tentu dimiliki Pertamina selaku perusahaan nasional. Meski demikian, lanjut dia, jangan sampai tersebarnya informasi potensi tersebut justru dimanfaatkan pihak-pihak yang punya modal besar dan teknologi, yakni perusahaan asing. "Intinya, pemerintah harus berusaha agar potensi ini bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan bangsa," jelasnya.

Terkait dengan hal itu, Kepala BPPT Said Jenie menyatakan sudah melaporkan penemuan tersebut ke Departemen ESDM. Selain itu, pihaknya sudah memberikan tembusan yang ditindaklanjuti Pertamina dengan mengirimkan letter of intent kerja sama untuk menindaklanjuti temuan tersebut. "Kami harap semua pihak terkait bisa cepat merespons temuan ini. Sehingga bisa segera ditindaklanjuti," ujarnya.

BPPT juga telah menyiapkan satu kapal riset yang dilengkapi alat khusus seismik untuk meneliti lebih lanjut dan telah meminta kepada pemerintah untuk mengamankan daerah perairan barat Aceh tersebut.

Dana Migas Dipangkas 70 Persen, Aceh Bentuk Tim Advokasi Migas

Banda Aceh | Harian Aceh--Pemerintah Pusat memangkas 70 persen dana minyak dan gas (Migas) Aceh 2009. Karenanya, Pemerintah Aceh segera membentuk tim advokasi guna mendesak Pusat mempelajari kembali pemotongan tersebut.

“Penurunan dana Migas dari Rp1,3 triliun menjadi Rp700,3 miliar sangat mengganggu proses pembangunan di Aceh, sehingga kita perlu segera membentuk tim advokasi untuk mempertanyakan masalah tersebut,” ujar Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar di Gedung DPRA, Senin (11/5).

Dikatakannya, tim advokasi itunantinya menelusuri wujud transparansi pengelolaan dana Migas, sesuai ketentuan Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA). “Penurunan produksi dan penurunan harga minyak dunia tak dapat dicegah. Tetapi, kenapa saat harga minyak dunia naik, Aceh tidak mendapatkan tambahan dana Migas. Tetapi ketika turun, jatah Migas Aceh ikut terimbas,” sebutnya.

Ketua DPR Aceh Sayed Fuad Zakaria mengatakan tim advokasi dana Migas itu diisi pihak eksekutif, legislatif, serta para pakar dari Unsyiah dan IAIN Ar-Raniry serta dari luar Aceh. “Ini terus kami usahakan sampai adanya klarifikasi dari Menteri Keuangan soal dana Migas untuk Aceh,” lanjutnya.

Menurut Sayed, ada dua langkah konkret nantinya diambil Pemerintah Aceh, yakni advokasi jangka pendek untuk meluruskan hasil Peraturan Menteri Keuangan melalui surat Permenkeu Nomor 52/PMK.07/2009. Selanjutnya Pemerintah Aceh terus mendesak Pusat mempercepat pengelolaan hasil minyak dan gas yang telah disusun dalam UUPA.(boy)


Dana Migas untuk Aceh Berkurang, Kegiatan Pendidikan Tertunda

Lhokseumawe | Harian Aceh--Realisasi kegiatan pendidikan tahun 2009 dari sumber dana Migas dipastikan tertunda. Pasalnya, pagu anggaran untuk kabupaten/kota harus disesuaikan kembali akibat pengurangan dana bagi hasil Migas. Sementara itu, pembangunan fasilitas pendidikan tahun 2008 yang tidak tuntas dikerjakan, anggaran lanjutannya diminta dialokasikan dalam APBA Perubahan 2009. “Kedua hal tersebut mengemuka dalam Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan Pendidikan tahun 2009 dan Penyusunan Rencana Program 2010, yang berlangsung 7-9 Mei di Hotel Lido Graha Lhokseumawe, diikuti Kadis Pendidikan kabupaten/kota se-Aceh,” kata Ramaya, Kadis Pendidikan Aceh Jaya, saat dihubungi, Minggu (10/5).
Menurut sumber Harian Aceh, dana bagi hasil Migas untuk Aceh tahun 2009 senilai Rp1,3 triliun lebih terjadi pengurangan mencapai Rp500 miliar lebih, sehingga sisa dana itu sekitar Rp700,3 miliar. “Pengurangan dana bagi hasil Migas untuk Aceh tahun ini akibat turunnya harga minyak dunia,” kata sumber tersebut.
Ramaya menyebutkan, dalam bulan Mei ini juga Dinas Pendidikan kabupaten/kota harus menuntaskan penyesuaian program kegiatan pendidikan tahun 2009 dari sumber dana Migas. “Itu sudah sangat mendesak disesuaikan, karena jika tidak maka akan terjadi lagi ketidaksiapan pelaksanaan seperti tahun 2008 lalu,” katanya.
Terkait pembangunan fasilitas pendidikan tahun 2008 sumber dana Otsus yang sebagian besar tidak selesai dikerjakan, menurut Ramaya, pihaknya meminta Dinas Pendidikan Aceh mengalokasikan kembali anggaran untuk pembangunan lanjutan proyek tersebut dalam APBA-P 2009. “Hampir di seluruh Aceh, pembangunan fasilitas pendidikan tahun 2008 yang dananya dikelola provinsi, itu tidak selesai dikerjakan. Jadi, kita minta anggaran untuk kelanjutan pembangunan itu diusulkan lagi. Dan, Kadis Pendidikan Aceh berjanji akan mengupayakan usulan alokasi anggaran itu dalam APBA-P 2009 ini,” kata Ramaya.
Khsusus di Aceh Jaya, kata Ramaya, sejumlah proyek fasilitas pendidikan sumber dana Otsus 2008 yang belum selesai dikerjakan, antara lain pembangunan gedung Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), yang belum ditender. Pembangunan gedung SMA Persiapan Setia Bakti Aceh Jaya, hanya pondasinya yang baru selesai. Kemudian, komplek sekolah terpadu di Krueng Sabe Aceh Jaya, mulai dari SD hingga SMA, hanya gedung olahraga dan gedung serba guna yang baru siap 80 persen. “Sedangkan ruang belajar SD hingga SMA, belum dibangun,” katanya.
Transparan
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Transparansi (MaTA) Alfian mengatakan pemerintah pusat belum menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana hasil sumber daya alam seperti minyak dan gas bumi di Aceh. “Berapa harga minyak per barel yang dijual oleh pemerintah pusat ke luar negeri, itu tidak dijelaskan kepada Pemerintah Aceh. Padahal, Pemerintah Aceh seharusnya mengetahui hal itu,” kata dia, kemarin.
Untuk itu, kata Alfian, Pemerintah Aceh harus mendesak pemerintah pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) menyangkut transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan hasil Migas Aceh dan pusat, sehingga publik mengetahui berapa harga penjualan minyak per barel. “Itu tidak boleh ditutupi oleh pemerintah pusat. Jadi, jangan persentase bagi hasil saja yang dijelaskan. Apabila pemerintah pusat tidak memiliki niat baik menerapkan transparansi dan akuntabilitas terhadap penjualan hasil alam Aceh, maka itu menjadi bala bagi rakyat Aceh,” katanya.(irs)

Ditemukan, Lapangan Migas Raksasa di Aceh


Print E-mail
Tuesday, 12 February 2008
Bencana dahsyat tsunami di Aceh 26 Desember 2004 memunculkan berkah tak terduga empat tahun kemudian. Berawal dari studi pascagempa tsunami di perairan barat Sumatera, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) kemarin (11/2) memublikasikan temuan blok dengan potensi kandungan migas raksasa. Direktur Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam BPPT Yusuf Surahman mengatakan, Survei BPPT bersama Bundesanspalp fur Geowissnschaften und Rohftoffe (BGR Jerman) itu menemukan kawasan perairan yang di dalam buminya diperkirakan terkandung migas 107,5 hingga 320,79 miliar barel. Lapangan migas tersebut terletak di daerah cekungan busur muka atau fore arc basin perairan timur laut Pulau Simeuleu, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Yusuf di Kantor BPPT Jakarta kemarin (11/2) mengatakan, "Kandungan migas itu luar biasa besar."

Sebagai perbandingan untuk menunjukkan besarnya kandungan migas di Aceh tersebut, Yusuf menyebutkan, saat ini cadangan terbukti di Arab Saudi mencapai 264,21 miliar barel atau hanya 80 persen dari kandungan migas di Aceh. Sementara itu, cadangan Lapangan Banyu Urip di Cepu diperkirakan hanya 450 juta barel. Lapangan migas dapat dikategorikan raksasa atau giant field jika cadangan terhitungnya lebih dari 500 juta barel. Menurut Yusuf, angka potensi tersebut didapat dari hitungan porositas 30 persen. Artinya, diasumsikan hanya 30 persen dari volume cekungan batuan itu yang mengandung migas. Meski demikian, lanjut dia, belum tentu seluruh cekungan tersebut diisi hidrokarbon yang merupakan unsur pembentuk minyak. Yusuf mengatakan, "Karena itu, penemuan ini perlu kajian lebih lanjut."

Dia menyatakan, meski belum diketahui secara pasti, salah satu indikasi awal keberadaan migas di cekungan tersebut dapat dilihat dari adanya carbonate build ups sebagai reservoir atau penampung minyak serta bright spot yang merupakan indikasi adanya gas. Yusuf melanjutkan, "Sejauh ini, Tim BPPT optimistis perairan timur laut Pulau Simeuleu mengandung migas skala raksasa. Sebab, beberapa daerah yang memiliki karakteristik sama sudah terbukti mengandung migas. Di antaranya, di wilayah Myanmar, Andaman, serta California, AS. Meski demikian, BPPT akan tetap membuat perhitungan realistis. Menurut Yusuf, jika porositas diperkecil menjadi 15 persen, artinya diasumsikan hanya 15 persen dari volume cekungan yang mengandung migas, angka minimal cadangannya masih 53,7 miliar barel. Dia menerangkan, "Tetap saja angka itu masih sangat besar."

Penemuan BPPT tersebut mendapat tanggapan positif dari ahli geologi perminyakan Andang Bachtiar yang kemarin juga hadir di Kantor BPPT. Chairman PT Exploration Think Tank Indonesia (ETTI) itu mengatakan, wilayah perairan Indonesia memang memiliki banyak cekungan atau basin yang berpotensi mengandung migas. Andang mengatakan, "Banyak di antaranya yang belum teridentifikasi." Andang menambahkan, "Hingga saat ini, sudah ada 66 cekungan plus 6 cekungan fore arc basin yang teridentifikasi berisi minyak. Pada 2003, lanjut dia, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) berhasil mengidentifikasi hipotesis cadangan gas sebesar 26,7 triliun kaki kubik (TCF) yang tersebar di beberapa wilayah. Kebanyakan memang berada di sebelah barat Sumatera." Terkait dengan penemuan BPPT itu, Andang menyatakan masih perlu kajian lebih lanjut untuk bisa mendekati hitungan berapa besar cadangan terbuktinya. Menurut dia, lokasi studi seismik 2D yang dilakukan BPPT dengan interval jarak 60 km masih terlalu longgar. Andang mengatakan, "Harus lebih rapat lagi, paling tidak intervalnya 20 km."

Andang menambahkan, "Karena itu, BPPT harus segera berkoordinasi dengan pemerintah untuk segera menindaklanjuti temuan tersebut. Sebab, untuk mengkaji lebih teliti, dibutuhkan dana cukup besar. Dia menyebut, untuk proses studi seismik 2D yang lebih rapat, dibutuhkan dana sekitar USD 7 juta. Kemudian, untuk mengetahui angka cadangan migas, perlu dilakukan minimal 14 pengeboran sumur di 14 titik cekungan. Biaya pengeboran satu sumur, lanjut alumnus Colorado School of Mines, AS, itu, sekitar USD 30 juta. Dengan demikian, minimal dibutuhkan dana USD 427 juta. Dia menjelaskan, "Itu baru untuk studi eksplorasi. Untuk pengembangan lapangan, jumlahnya jauh lebih besar." Andang menambahkan, yang saat ini harus segera dilakukan BPPT dan pemerintah adalah koordinasi. Menurut dia, meskipun lapangan migas tersebut paling cepat baru dapat dikembangkan dalam waktu tujuh tahun ke depan, pemerintah harus bergerak cepat. Dia menegaskan, "Jangan sampai potensi ini salah urus."

Dia mengatakan, karakter lapangan yang berada di laut dalam (kedalaman lebih dari 200 meter) jelas membutuhkan dana besar dan teknologi tinggi yang belum tentu dimiliki Pertamina selaku perusahaan nasional. Meski demikian, lanjut dia, jangan sampai tersebarnya informasi potensi tersebut justru dimanfaatkan pihak-pihak yang punya modal besar dan teknologi, yakni perusahaan asing. Andang menjelaskan, "Intinya, pemerintah harus berusaha agar potensi ini bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan bangsa."

Membangun Akademi MIGAS di Aceh

Membangun Akademi MIGAS di Aceh
Oleh: Hidayatullah, ST

Membaca media massa beberapa hari lalu sungguh sangat menyenangkan hati rakyat Aceh khususnya dan Indonesia umumnya, betapa tidak di Aceh telah ditemukan ladang minyak dan gas terbesar didunia yaitu mencapai 107,5 hingga 320,79 milyar barrel. Setelah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bekerjasama dengan Bundesanspalp fur Geowissnschaften und Rohftoffe (lembaga riset geologi dan kelautan Jerman) melakukan survei geologi dan geofisika kelautan di perairan timur laut Pulau Simeuleu, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Riset ini dilakukan dengan kapal riset Sonne untuk mengetahui detil deformasi struktur geologi di daerah busur muka (fore arc) pasca-tsunami 26 Desember 2004. Apakah ini sebuah rahmat yang besar yang ditunjukan oleh Allah SWT dibalik gempa dan gelombang tsunami beberapa tahun silam?

Perkiraan volume kandungan hidrokarbon migas tersebut berdasarkan reservoir yang dihitung atas dasar sejumlah asumsi, yakni seismik dua dimensi, carbonat buildup berbentuk melingkar, faktor pengali elongasi antara 0,5 hingga 1,5 dan porositas 30 persen Walau masih dalam indikasi awal bahwa potensinya mencapai 107,5 miliar sampai 320,79 miliar barel adalah suatu jumlah yang sangat besar dan jika saja dari potensi itu hanya terbukti 25 persen, masih juga merupakan angka yang sangat menarik.

Selain di Aceh cekungan busur muka (fone arc basin) yang berindikasi mengandung hidrokarbon minyak dan gas juga ditemukan pada empat daerah lain di Indonesia yaitu Bengkulu, Banten, Lombok dan Laut Sulawesi. Menurut Direktur Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Yusuf Surachman, riset akan lebih difokuskan pada cekungan yang berada di Aceh.

Dari wikipedia.org diperoleh data bahwa pada tahun 2006 negara terbesar dunia yang memiliki cadagan gas alam adalah Rusia yaitu 1,680 Trilion Cubic Feet (TCF) diikuti oleh Iran dengan jumlah cadangan gas 971 TCF dan Qatar sebanyak 911, Indonesia sendiri berada pada peringkat ke sebelas dengan jumlah cadangan gas sebanyak 98 TCF setelah Irak yang memiliki cadangan gas sebanyak 112 TCF.

Sedangkan Negara cadangan minyak bumi dunia dimiliki oleh Arab Saudi dengan kapasitas 264,21 milliar barel dan diperkirakan bisa diekplorasi hinga 250 tahun Bila dibandingkan dengan cadangan minyak dan gas yang berada di Aceh sekarang pasti akan keluar angka yang sangat fantastis bukan?.
Untuk mengolah gas alam menjadi produk yang diingankan baik itu LNG, LPJ atau industri aromatic lainnya tentunya harus di bangun kilang-kilang yang sangat canggih dan handal dengan mengunakan teknologi terbaru. Jadi untuk mengoperasikan kilang dibutuhkan tenaga-tenaga terampil dan profesionalime yang tinggi. Dari sinilah penyerapan tenaga kerja yang sangat signfikan, walaupun kita tidak bisa berharap banyak dengan asumsi cadangan hidrokarbon di Aceh tapi minimalnya kita masih bisa menjadi stakeholder dan man power di seluruh penjuru dunia yang sangat membutuhkan tenaga pengoperasian kilang gas, terlebih Tangguh LNG yang berada di Irian Jaya dan kabarnya akan segera operasi akhir tahun 2008 ini masih bisa menjadi salah satu pertimbangan buat kita. Jangan lewatkan kesempatan bagus ini.

Melihat tantangan dan kenyataan tersebut tentunya kita sebagai orang Indonesia khususnya Aceh harus betul-betul mampu menghadapinya. Jangan sampai kita tertipu lagi oleh pihak luar yang notabenenya memiliki knowledge dan intelligence yang lebih hebat dibanding dengan orang Indonesia. Kita harapkan jangan sampai hal sama terulang kembali seperti halnya kasus condensate di PT. Arun. Oleh karena itu mulai dari sekarang mari kita proteksi sama-sama dengan membekali anak-anak aceh dengan sejumlah ilmu pengetahuan khusus bidang miyak dan gas serta dapat melahirkan generasi yang cerdas dan handal serta bersaing dikancah nasional dan internasional.

Untuk melewati proses tersebut tentunya kita harus membuat suatu system pembelajaran baik dengan adanya suatu Akademi MIGAS di aceh atau dilakukannya suatu apprentiship dengan perusahaan Migas yang ada di dalam negeri atau luar negeri atau dengan pusat riset teknologi seperti halnya LEMIGAS dan LIPI untuk mendidik anak Aceh. Keberadaan perguruan tinggi di Aceh seperi Unsyiah dan Unimal dalam mencetak generasi siap pakai akan menjadi isapan jempol belaka jika tidak didukung dengan fasilitas laboratorium yang lengkap yang berguna sebagai simulator penting dalam pendidikan engineering. Kita harapkan pemerintah pusat dan pemerintah aceh dapat memberikan kontribusi yang berarti untuk responsibility masa depan Aceh. Dana pendidikan dipakai semaksimal mungkin dan kita tidak mau mendengar dana pendidikan dikembalikan ke pusat karena tidak habis terserap. Sungguh suatu “manajemen” yang tidak baik telah diperlihatkanoleh pejabat kita.
Kondisi gas Aceh sekarang ini memang mengalami penurunan jumlah produksi yang sangat drastis baik gas yang bersumber dari onshore atau offshore ditandai dengan semakin sedikitnya jumlah train di PT Arun beroperasi, diperkirakan paling lambat gas akan habis tereksplorasi sampai tahun 2014. Efeknya beberapa industri pupuk dan industri aromatik serta beberapa pabrik lain yang menggunakan gas alam sebagai fuel dan feedstock harus tutup. Jadi pengangguran besar-besaran akan terjadi di Aceh.

Ini merupakan suatu rekomendasi dari anak Aceh untuk Aceh yang dapat kita pertimbangkan serta butuh dukungan bersama untuk kemajuan Aceh. Saya pribadi sangat ingin membuat Aceh ini menjadi negeri makmur seperti halnya negara-negara maju di dunia.

Penulis Adalah Seorang App. Engineer PT. Arun NGL
Lhokseumawe NAD
__________________

Selasa, 16 Juni 2009

Pengeboran Minyak di Cebu Dilanjutkan

Oleh Administrator


Penulis asli : Minerva BC Newman

Dalam pencarian sumber energi alternatif, pengeboran minyak di Cebu dilanjutkan seiring dengan harga minyak dunia bergerak seperti 'roller coaster'.

Eduardo Amante, ketua divisi utilisasi dan pengembangan sumber energi Dept. of Energy (DOE) melaporkan bahwa sekarang, setidaknya ada lima eksplorasi minyak yang sedang dilakukan di Visayas oleh perusahaan-perusahaan asing. Ini termasuk pengeboran di Tañon Strait, Bohol Strait, Central Cebu, Cebu Selatan dan Leyte Barat Laut.

"Hal ini masih dalam eksplorasi dan tidak ada batas waktu kapan akan selesai. Kontraktor melanjutkan eksplorasi untuk menentukan keberadaaan cadangan gas dan kuantitas komersialnya dan viabilitasnya," tambah Amante.

Sejauh ini, bagaimanapun, hanya Forum Eksplorasi yang telah menemukan cadangan gas di lapangan gas Libertad di Bogo, Cebu yang viable hanya untuk operasi skala kecil. DOE undersecretary, Guillermo Balce sebelumnya mengatakan, gas alam Bogo dalam hal volume hanya yang kedua setelah lapangan gas Malampaya di Palawan. Malampaya memiliki cadangan gas hingga 3,4 trilyun kaki kubik yang sedang digunakan untuk bahan bakar power plants di Luzon, sementara lapangan gas Bogo memiliki sekitar satu trilyun kaki kubik yang mampu menjalankan sebuah power plant berkapasitas 1.75 MW, yang direncanakan Forum Eksplorasi untuk dibangun dan dioperasikan tahun ini.

Amante mengatakan lebih lanjut, di bagian selatan Cebu misalnya, pengeboran telah mencapai 6.000 kaki dan DOE masih akan melakukan beberapa tes. DOE-Manila akan segera mengumumkan viabilitas komersial cadangan minyak di area yang sedang dieksplorasi.

Meurut Amante, bila lapangan gas Bogo bisa dibangun dan dioperasikan, provinsi Bogo dan Cebu akan memperoleh keuntungan dari tenaga yang lebih murah dan lebih banyak keuntungan karena rencana sedang berjalan untuk mambangun sumur gas menjadi power plant dan listrik akan dijual ke Perusahaan Listrik Cebu.

Saat ini, DOE mendapatkan halangan karena Japan Petroleum Exploration Co. Ltd., menganalisis hasil survey di Tañon Strait dan akan melakukan studi geologi dan geofisika dan juga akan melakukan pengeboran atas tiga sumur. Gas 2 Grid di lain pihak, melakukan studi yang sama di Central Cebu; Phil-Mal Patroenergy Corp di Cebu Selatan dan Alcorn Resources di Leyte Barat Laut.

Sumber : www.pia.gov.ph


Minggu, 14 Juni 2009

Saatnya Bijak Mengelola Sumberdaya Energi [Migas]

Hari ini sebuah pertemuan penting dilangsungkan di Graha Budaya, Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan. Sebutlah sebetulnya sebuah seminar nasional biasa. Yang membuat ini menjadi penting untuk disikapi karena seminar yang menjadi media bertukar pendapat antar para pengusaha sektor energi, institusi keuangan, konsultan maupun kontraktor energi, perwakilan negara tetangga, maupun lembaga pemerintahan pada level propinsi dan kabupaten/kota. Dari daftar yang didapat penulis para pembicara yang diundang juga tidak tanggung-tanggung, meliputi Gubernur, Menteri, para pimpinan BUMN maupun CEO perusahaan energi swasta.

Asosiasi Jurnalis Cinta Sumsel yang menggelar perhelatan ini. Semangatnya adalah menyambut peluang investasi di sektor energi seiring dicanangkannya propinsi ini sebagai "Lumbung Energi Nasional" oleh Presiden RI. Tentu topik seminar yang diangkat adalah seputar arah dan skema pengembangan (sektor energi) sumsel yang menghormati produk kebijakan menyangkut pengembangan dan penanaman modal di sektor energi, strategi bisnis yang dibuat beberapa BUMN Sumsel, dan pengalaman para penanam modal dan perusahaan di Sumsel.

Menanggapi pencanangan Sumsel sebagai "Lumbung Energi Nasional", alih-alih bangga, penulis malah kuatir dan bercuriga. Penamaan Lumbung Energi Nasional hanyalah penamaan positif dari Wilayah Perahan Energi Nasional.

* * *

Potensi Sumberdaya Energi Sumsel

Energi yang disinggung dalam tulisan ini harus dipahami sebagai energi fosil (batubara, minyak bumi, gas bumi, panas bumi), tidak termasuk sumberdaya energi terbarukan (air, matahari, angin, biodisel) atau kayu bakar.

Cekungan Sumsel mengandung lebih dari separoh cadangan batubara nasional atau sekitar 20 milyar ton2]. Potensi tersebut tersebar di setiap kabupaten di Sumsel, yaitu di Muara Enim, Musi Banyuasin, Lahat, Musi Rawas, Ogan Komering Ulu, dan Ogan Komering Ilir. Ada sekitar 40 lokasi potensi batu bara yang tersebar di enam kabupaten itu. Hingga ada pameo yang mengatakan, di mana pun orang berdiri di wilayah Sumsel pasti akan menginjak batu bara. Tanah Sriwijaya ini memang merupakan wilayah yang paling kaya batubara di daratan Sumatera.

Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas Jakarta memperkirakan cadangan minyak bumi 711.81 miliar barel dan gas bumi 21,23 TCF (per 30 Desember 2003). Potensi minyak dan gas bumi (migas) yang diperkirakan 10 persen dari total potensi migas Indonesia. Begitu besarnya potensi sumber daya energi fosil, menjadikan Sumsel sebagai salah satu wilayah ekstraksi dan industri energi fosil terbesar di Indonesia hingga tidak aneh jika sidang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah tanggal 15 Maret 2004 menetapkan Sumatera Selatan sebagai daerah penghasil minyak bumi terbesar tahun 2004, selain Kalimantan Timur. Hingga posisi 1 Januari 2000, dari 5,12 miliar barel cadangan terbukti minyak di Indonesia, 2,63 miliar barel di antaranya berada di Sumatra Tengah (termasuk Riau), Sumatra Selatan 512,1 juta barel, dan Kalimantan Timur 665,8 juta barel3]. Sedangkan untuk gas bumi, dari 94,7 triliun kaki kubik cadangan terbukti hingga periode tersebut, 28,8 triliun kaki kubik di antaranya berada di Kalti, Sumsel dan Sumatra Tengah masing-masing 7,5 triliun kaki kubik.

Dalam tulisan ini, penulis mencoba lebih melihat ke sektor minyak bumi dan gas bumi yang kaya dengan permasalahan yang vital untuk diperbaiki secara fundamental dan radikal. Perubahan fundamental dan radikal tersebut harusnya mendahului pengembangan dan penyambutan terhadap investasi yang masuk di sektor ini. Sebab kita tidak boleh berbangga saja dengan banyaknya jumlah minyak dan gas bumi yang diekspor. Sebab, dalil sederhananya adalah semakin banyak kita membuang (energi) ke luar semakin banyak kita kehilangan! Sementara para investor luar luar negeri datang dari negara yang menerapkan pencadangan dan penyimpanan sumberdaya energi negara mereka untuk memenuhi kebutuhan generasi mereka mendatang.

Buramnya pengelolaan sumberdaya energi sumsel dapat dirunut dari beberapa fakta berikut:

1] Transparansi dan Korupsi

Merujuk pada UU No 25/1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah diberlakukan, propinsi Sumatera Selatan bakal mendapat pemasukan Rp 250 milyar per tahun. Perolehan itu didapat dari asumsi kontribusi minyak dan gas Sumsel terhadap nasional tahun 1997 sebesar tiga persen dari total penerimaan nasional sektor minyak bumi sebesar Rp 22 trilyun dan empat persen untuk gas dari penerimaan Rp 8 trilyun. Sementara Migas Sumsel Watch (Sripo, 2 Feb 2005) menyatakan sinyalemen publik tidak dapat mengetahui berapa banyak migas yang diangkut keluar dari daerah mereka setiap hari atau setiap bulannya.

Di sisi lain, tindak pencurian uang negara melalui korupsi dan pemborosan disektor migas demikian tinggi. Konsultan PricewaterhouseCoopers (PwC) pernah mencatat, selama periode 1996-1998, inefisiensi di tubuh Pertamina mencapai US$ 4,6 miliar. Ini jelas angka yang luar biasa besar. Jumlah kasus yang dilaporkan berindikasikan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) juga tidak tanggung-tanggung, sebanyak 159 kasus yang kemudian mendorong DPR membuat Pansus Pertamina pada tahun 2001. Salah satu kasus yang terjadi di Sumatera Selatan adalah kasus Technical Assistance Contract (TAC) antara Pertamina dengan PT Ustraindo Petro Gas. Kasus ini yang merugikan negara US 23,3 juta dollar (lebih dari Rp 184 miliar), ini melibatkan mantan Mentamben Ginandjar Kartasasmita. Kasus korupsi paling spektakuler di sektor ini adalah ketika Ibnu Sutowo mewariskan utang US$10,5 miliar di tahun 1975 yang nyaris membangkrutkan Indonesia, sebab penerimaan negara dari minyak saat itu hanya US$6 miliar. Satu hal yang sering luput adalah peluang KKN melalui proses pengadaan barang dan jasa melalui proses lelang yang biasanya sudah "terkendali."

2] Konflik dan bencana

Proses eksploitasi migas tak luput dari persoalan konflik (perusahaan vis a vis buruh, atau perusahaan vis a vis masyarakat lokal) dan beragam bencana (lingkungan hidup dan kemanusiaan). Lembaga advokasi lingkungan dan hukum di Sumsel (sebutlah LBH Palembang dan Walhi Sumsel) pastilah mencatat banyak hal atas kasus-kasus tersebut. Konflik dan perselisihan industrial yang terjadi umumnya karena tidak terjadi hubungan yang etis dan proper antara perusahaan dan buruh dalam pengakuan dan pemenuhan hak-hak normatif kelompok buruh. Di satu sisi pemerintah gagal melindungi hak hak tersebut. Konflik antara perusahaan dan masyarakat lokal sebagian besar terjadi pada saat pembebasan lahan, aktivitas eksplorasi tanpa sosialisasi (baca tanpa sepengetahuan pemilik lahan), atau merupakan buah dari akumulasi pencemaran dan pengrusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan migas. Diantara konflik yang didahului oleh pengrusakan lingkungan hidup adalah konflik antara Pertamina OEP Prabumulih (sekarang Pertamina DOH sumsel) di tahun 2000an dengan masyarakat tepian sungai kelekar Prabumulih, dan konflik Kelompok Air Hidup (petani desa Sinar Rambang) dengan PT Seaunion Energy.

Bencana lingkungan dan bencana kemanusiaan akibat aktivitas eksploitasi migas juga tak kunjung berhenti di Sumsel. Pencemaran sungai maupun sumber air masyarakat oleh minyak mentah, air terproduksi bahkan lumpur minyak, kebakaran hutan dan kebun, kerusakan ekosistem, bahkan sampai merenggut nyawa manusia. Salah satunya adalah kebocoran gas milik PT Exspan Nusantara di desa Babat Musi Banyuasin pada tanggal 26 Mei 2002 yang menyebabkan kematian 4 warga desa Babat. Sayang sekali tindakan pidana lingkungan yang terjadi tidak pernah sampai memberi sanksi secara hukum kepada para pelaku.

Krisis Energi dan Kemiskinan

Sumsel adalah daerah yang menarik untuk diteropong sejauhmana proses pengerukan sumber daya energi yang berlangsung membawa segenap manfaat terhadap hajat hidup masyarakatnya. Justru Ironis. Daerah pemilik potensi sumber daya energi fosil berupa minyak, gas dan batu bara justru harus mengalami krisis energi berkepanjangan.

Pemadaman listrik menjadi kenyataan sehari-hari. Sepanjang tahun 2004 pemadaman aliran listrik secara bergilir terjadi setidaknya pada bulan Februari, April, Juli, Agustus dan November dapat dikatakan sepanjang tahun terjadi pemadaman aliran listrik. Kondisi aliran listrik yang masih byar pet itu mengganggu aktivitas masyarakat di Palembang dan sekitarnya. Didampingi LBH Palembang, konsumen listrik di Palembang akhirnya mengajukan gugatan perwakilan (class action) ke pengadilan. Hasilnya,... Penggugat kalah.

Sementara krisis energi terus berlangsung sumber-sumber energi dieksploitasi secara berlebihan, namun tidak untuk kebutuhan daerah sendiri. Hasil eksploitasi itu mengalir keluar Sumatera Selatan. Gas misalnya, melalui jaringan pipanisasi gas dari Sumsel-Jambi-Batam berakhir ke Singapura. Pipa gas sepanjang 470 Km, mengalirkan gas alam sebanyak 350-600 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), untuk suplai pembangkit tenaga listrik di Singapura. Cadangan batu bara Sumsel mencapai 22 miliar ton, tidak kurang dari 24.000 ton per hari batu bara dari tambang bukit asam sejak tahun 1984 rutin diangkut diangkut ke Suralaya, untuk memasok pembangkit listrik disana (Sripo, 30 Desember 2002). Melalui proyek pipanisasi ke Jawa Barat Sumsel akan memenuhi 60% kebutuhan energi Jakarta dan Jawa Barat. Cacam,...

Menyedihkan, wilayah ini selain harus menanggung dampak eksploitasi energi, berupa kerusakan lingkungan, dampak sosial ekonomi dan dampak turunan lainnya namun rakyatnya tidak menikmati hasil dari itu semua. Menurut data Badan Pusat Statistik Sumsel (2002), jumlah penduduk miskin terbanyak di Sumatera Selatan saat ini justru terdapat di daerah "terkaya", yaitu daerah Musi Banyuasin. Jumlah penduduk miskin di daerah kaya dengan potensi utama pertambangan, perkebunan, dan kehutanan ini tercatat 381.200 jiwa. Di sisi lain, beberapa kompleks perumahan karyawan perusahaan migas telah luruh seiring dengan menipisnya cadangan migas, sementara masyarakat lokal yang masih tinggal di kawasan yang sumberdaya alamnya telah tersedot.

Proses dehumanisasi dan pemiskinan memang selalu berlangsung ditempat kaya sumberdaya alam.

Berangkat Dengan Pijakan yang Jelas

Menarik untuk mengulas topik seminar "Sumatera Selatan sebagai Provinsi Energy". Ditarik ke pernyataan Susilo Bambang Yudhoyono di kompas (10 November 2004) "Provinsi Sumatera Selatan akan didorong menjadi lumbung energi kelistrikan nasional. Caranya, membangun infrastruktur yang mengandalkan kekayaan sumber daya alam di wilayah tersebut, terutama gas, batu bara, dan air. Diharapkan, energi yang diperoleh dapat dioptimalkan untuk mengatasi kelangkaan pasokan energi listrik di Sumsel, di samping menyumbang energi ke wilayah lain di Sumatera dan Jawa."

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM, 2005) menengarai bahwa konsep yang dinyatakan Presiden RI tersebut mengandung konsekuensi logis pada eskalasi laju ekstraksi sumber daya energi fosil di Sumsel dan gencarnya pembangunan infrastruktur pendukungnya. Kondisi ini dapat dipastikan menimbulkan masalah di sekitar lokasi pembangunan seperti konflik lahan, alih fungsi dan masalah sosial ekonomi. Disamping itu, berdampak besar pada kelestarian lingkungan.

Selain itu juga berpotensi mengakibatkan kesalahurusan secara besar ketika semangat sedot terus lalu ekspor, bukan tidak mungkin berimplikasi pada kekurangan bahan baku pupuk (PUSRI) dan industri domestik di wilayah Sumsel seperti yang diderita industri pupuk di Aceh. Bukan tidak mungkin hasil migas sumsel justru akan lebih dipakai untuk memenuhi kebutuhan luar Sumsel. Patut diingat, untuk sektor gas bumi saja, sampai 2002 eksploitasi gas bumi masih dikuasai oleh perusahaan multinasional, hingga 86 persen produksi total Indonesia. Kondisi ini menyebabkan Indonesia hanya menjadi sumber produksi untuk mengisi jaringan pasar mereka yang ada di sejumlah tempat di dunia.

Mengingat perhelatan besar yang terjadi hari ini di Sumsel sangat penting maka beberapa catatan yang perlu kita perhatikan bersama adalah menghentikan penerapan konsep melayani modal dalam konteks pengelolaan sumber daya alam. Konsep melayani Modal yang membuat para investor dimanjakan dan terlindungi oleh kebijakan negara.

Saatnya bijak mengelola sumberdaya energi [migas], meski tidak mudah untuk memperbaiki persoalan disektor ini, mengingat silang sengkarutnya carut marut. Tetapi penulis yakin bahwa dengan berkumpulnya banyak cerdik pandai dan beritikad baik Graha Budaya Jakabaring 26 Februari ini, minimal mampu mendorong beberapa hal antar lain: 1] Mendorong berlangsungnya kajian ulang kebijakan untuk melakukan sinkronisasi kebijakan antar sektor, 2] mendorong tersusunnya strategi pencadangan sumberdaya energi untuk generasi mendatang, 3] Melakukan penghitungan ulang (rekalkulasi) sumberdaya enegi Sumsel, 4] Menghitung konsumsi dasar berdasarkan kebutuhan mendesak masyarakat sumsel dan keadilan antar generasi, 5] Menghitung ulang daya rusak eksploitasi terhadap kemampuan alam memulihkannya, menetapkan ambang toleransi pengerukan kekayaan sumberdaya energi, 6] mendorong penyelesaian konflik antara perusahaan, masyarakat lokal, buruh, dan pemerintah sehubungan dengan aktivitas pertambangan yang mengorbankan masyarakat lokal dan buruh, 7] mendorong terwujudnya akses informasi bagi masyarakat, pengembangan eknologi ramah lingkungan serta teknologi lokal.

MINYAK DAN MINERAL, BERKAH ATAU KUTUKAN????

Permasalahan BBM di dunia sudah berfluktuasi kian tidak menentu. Hal ini menyebabkan keadaan ekonomi hampir di seluruh negara terombang-ambing. Tidak ketinggalan juga Indonesia, walaupun termasuk salah satu negara penghasil BBM yang cukup banyak, juga mengalami kemerosotan ekonomi. Kenaikan harga BBM yang menurut pemerintah Indonesia memprediksikan hingga 80% telah membuat harga semua barang terutamanya sembako melambung tinggi. Pemerintah tidak mampu menahan kenaikan harga BBM lagi karena besarnya subsidi yang akan ditanggung pemerintah.

Terhitung per satu oktober, pemerintah Indonesia akan mendistribusikan dana subsidi langsung kemasyarakat-masyarakat miskin yang memerlukannya. Bagaimanankan proses distribusi tersebut??? (hanya pemerintah yang tahu detailnya). Tapi pada zaman pemerintah sebelumnya juga telah terjadi kenaikan harga BBM beberapa kali dan telah direncanakan distribusi subsidi BBM kemasyarakat secara langsung. Namun apa yang terjadi???? Banyak dana subsidi BBM untuk masyarakat tidak sampai tujuan. Malah banyak dana subsidi yang ghaib.

Persoalaan yang timbul, bagaimanakan nasib masyarakat kecil yang tidak terjangkau dengan jaringan transportasi dan angkutan??? Mereka hidup dalam keadaan yang daif. Tapi, kalau kita semak keadaan masyarakat kecil di Indonesia, bukan hanya masyarakat terpencil yang tidak terjangkau oleh transportasi tidak mendapatkan dana subsidi BBM, bahkan masyarakat miskin di kota-kota besar juga susah untuk mendapatkan dana bantuan subsidi BBM.

Hampir diseluruh dunia,terutamanya negara-negara produsen Migas dan sumber mineral lainnya merupakan negara yang banyak terjadi gejala sosial dan ekonomi. Kalau kita melakukan suatu studi komparatif untuk negara-negara yang kaya dengan Migas dan sumber mineral lainnya, terbuktilah bahwa pertumbuhan pendapatannya lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara yang miskin dengan Migas dan sumber mineral lainnya.

Migas dan sumber mineral selalu dikaitkan dengan permasalahan politik, sosial dan lingkungan seperti korupsi, kekerasan, lemahnya penegakan hukum dan pelanggaran hak asasi manusia. hal-hal yang seperti inilah yang memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan pendapatan di negara-negara yang kaya dengan Migas dan sumber Mineral lainnya.

Tidak jauh-jauh kita lihat, seperti negara kita sendiri yang jika dibandingkan dengan negara bukan produsen minyak (misalnya singapura) sangat jauh tertinggal. Menurut kajian yang dilakukan oleh bank dunia (Michael Ross seorang visiting scholar dari universita Princeton) menunjukan bahwa bahwa di negara-negara kaya minyak, gas, dan mineral, aplikasi pajak yang rendah dan pendapatan yang tinggi, dibarengi oleh tingkat pendidikan masyarakat yang rendah dan struktur tenaga kerja yang belum terspesialisasi menyebabkan masyarakat kurang menghargai institusi perwakilan rakyat. Pendapatan negara yang besar memberikan kemampuan kepada pemerintah untuk menghindari tekanan kaum demokrat dan menahan munculnya kelas menengah yang kritis.

Begitu banyak persoalan yang timbul di negara-negara produsen Migas dan sumber mineral lainya dari dulu hingga kehari ini membuahkan suatu pertanyaan besar bagi kita, Apakah Migas dan Sumber Mineral adalah Berkah atau Kutukan???? Benarkah Migas dan sumber Mineral memberikan kesenangan atau kesengsaraan??? Renungkanlah oleh diri kita masing-masing sebagai bekal untuk menghadapi hidup pasca Migas dan Mineral (Life after Oil and Mines) yang akan melanda.