THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Rabu, 10 Juni 2009

Tubagus Haryono Enjoy Urus Hilir Migas


BERTEMU dengan pria satu ini memang agak merepotkan. Sewaktu-waktu, jadwal yang semula telah disusun rapi bisa saja berubah mendadak, lantaran ia terpaksa anjang bertugas.

"Sekarang saya harus ke luar Jakarta. Ada tugas. Mendadak sekali. Tolong hubungi humas (hubungan masyarakat), biar mereka saja yang atur jadwalnya," begitulah isi pesan pendek (SMS) yang saya terima dari pria itu ketika hendak menemuinya di Jakarta beberapa pekan lalu.

Gara-gara pesan pendek itu ini, semua rencana saya hari itu pun batal. Tapi, mau bagaimana lagi? Pria itu memang super sibuk. Apalagi, ketika rencana pembatasan konsumsi bahan bakar minyak jenis premium riuh lagi dibicarakan sepanjang Maret lalu.

Yah, pria itu tak lain adalah Tubagus Haryono, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Dia memang orang yang harus dimaklumi jika beralasan ini dan itu, tatkala isu soal BBM lagi-lagi mengalir ke permukaan. Terutama, saat berita antrean minyak tanah kembali menyedot perhatian publik baru-baru ini.

Tubagus pun akhirnya harus rela hati dengan jadwal yang ikut antri untuk menyambangi setiap daerah di seluruh penjuru negeri. Padahal, kadang dia juga ingin berleha-leha sembari menggeluti hobinya dari dulu, membaca buku.

Makanya, jangan berharap banyak bisa ngobrol ringan bersama Tubagus berlama-lama. Karena itu, acap kali dering telepon selulernya berbunyi. Dan, seusai menjawab panggilan itu, ia kadang harus siap meluncur ke mana-mana atas nama tugas. "Saya ini kan sudah berpindah-pindah kerja banyak sekali. Tapi tantangannya, tak ada yang melebihi di sini (BPH Migas)," ujarnya.

Untuk diketahui, peran BPH Migas sangat besar karena harus mengatur dan sekaligus jadi wasit para pengusaha hilir minyak. Misalnya, BPH Migas akan menyemprit pedagang minyak yang seenaknya memainkan harga, hingga harus mengawasi distribusi BBM bersubsidi, dan gas melalui jaringan pipa sampai ke pelosok negeri.

Selain mengurusi BBM bersubsidi, BPH Migas juga masih bersinggungan langsung dengan masalah pengembangan industri nasional yang memanfaatkan energi primer. Karena itu, kasus-kasus penyimpangan distribusi BBM kerap menjadi santapan serius bagi Tubagus. "Tapi saya enjoy banget dengan jabatan sekarang. Alasannya, ya itu, peran BPH Migas sangat menantang," tutur pria kelahiran Jakarta, 52 tahun lalu itu.

Menurut Tubagus, kendala terbesar yang ia hadapi saat ini memang masih seputar penyimpangan distribusi BBM bersubsidi. Ini tentu tak lepas dari besaran subsidi pemerintah untuk komoditas tersebut kepada rakyat, terutama minyak tanah.

"Penyimpangan BBM, khususnya minyak tanah memang masih marak. Baik secara horizontal, yaitu dari rumah tangga ke industri, atau vertikal yang langsung diselundupkan ke luar negeri," ujarnya.

Tubagus mengakui, berita soal kelangkaan minyak tanah, memang sudah seperti acara tahunan di negara ini. Contohnya, sejak dua tahun lalu, ribuan penduduk di beberapa daerah terus tampak rela antre panjang sembari membawa jerigen demi mendapatkan minyak tanah.

"Ada perbedaan antara harga minyak tanah bersubsidi dengan nonsubsidi. Jurang harga ini jelas jadi celah penyelundupan serta penyelewengan. Akhirnya minyak tanah dibuat langka," kata Tubagus.

Dia mengungkapkan, BPH Migas sendiri pernah menyurvei 63 kabupaten atau kota agar tahu, berapa jumlah riil kebutuhan minyak tanah di dalam negeri. Dari situ, tampak bahwa sebenarnya tidaklah sebanyak yang selama ini disalurkan pemerintah.

Misalnya, hasil survei itu menyebutkan, kebutuhan minyak tanah di 63 kabupaten tersebut turun 19 persen dari yang didistribusikan PT Pertamina selama ini. Artinya, 19 persen itulah yang berpotensi dihemat. Atau, 19 persen inilah yang selama ini tak digunakan sesuai peruntukannya. "Banyak yang tertangkap saat mengoplos atau menyelewengkan ke pelanggan industri," jelasnya.

Belajar dari kasus minyak tanah ini, Tubagus berpendapat, jenis BBM lain seperti premium dan solar juga rawan diselewengkan. Apalagi, sistem distribusi yang digunakan memang masih terbuka seperti saat ini. "Jadi, sistem pembatasan memang harus diberlakukan, seperti dengan menggunakan kartu kendali atau smart card," paparnya.

Menurut Tubagus, pemerintah telah sepakat tak akan menaikkan harga BBM tahun ini. Karena itu, jalan pintas untuk menekan beban kas negara akibat pembengkakan subsidi BBM adalah dengan meluncurkan program pembatasan konsumsi komoditas tersebut. Di situlah nanti, masyarakat diajak agar berhemat. "Jujur saja, kita ini bukan negara kaya minyak."

Dia mengatakan, cadangan minyak nasional kini hanya 0,8 persen dari total cadangan dunia. Sedangkan, cadangan gas hanya 1,4 persen. Di lain pihak, jumlah penduduk di negara ini semakin bertambah. Karenanya, tak pantas jika sikap boros mengonsumsi BBM terus saja muncul.

"Nanti, tiap kendaraan mendapat jatah pembelian bahan bakar per hari. Volume pembelian dikendalikan dengan kartu pintar atau smart card yang ditempel di bagian kendaraan," kata Tubagus.

Ia menjelaskan, smart card dapat ditempel di dekat lubang tangki mobil. Selanjutnya, kartu yang memiliki barcode itu dibaca oleh alat pemindai di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), berapa volume maksimal yang dapat dibeli tiap hari atau minggunya.

Jika melebihi jatah volume, otomatis pembelian ditolak. Dengan demikian, konsumen harus membeli BBM nonsubsidi seperti Pertamax atau Pertamax Plus.

Dia mengatakan, dalam skenario BPH Migas, pemilik kendaraan bermotor di Jawa dan Bali yang diperkirakan mencapai 19 juta kendaraan nanti bisa memeroleh smart card di semua SPBU. Caranya, tinggal menunjukkan surat tanda naik kendaraan (STNK), lalu terregister dalam sistem informasi teknologi (IT) BPH Migas. Sistem ini terkoneksi online ke seluruh jaringan SPBU di Jawa dan Bali yang mencapai 2.523 unit.

Jadi, lanjutnya, mobil atau sepeda motor asal Jakarta bisa saja mendapat dan menggunakan smart card di Banyumas atau daerah-daerah lain. Begitu pula sebaliknya.

"Nah, karena sudah online, satu kendaraan hanya bisa mendapat satu smart card yang terregister berdasarkan nomor kendaraan itu," katanya. Yah, begitulah hari-hari Tubagus. Dia selalu berpikir agar distribusi BBM dan gas di dalam negeri bisa tepat sasaran. Sebab itu, saat berbincang dengan dirinya akan selalu muncul ide-ide baru soal teknis penyaluran BBM yang dinilai benar.

Dalam menjalankan tugasnya, ia pun selalu berprinsip, agar bisa mengatur untuk memakmurkan rakyat. Karenanya, pria kelahiran Jakarta, 16 Januari 1956 ini selalu berusaha agar subsidi BBM dari pemerintah selama ini benar-benar dinikmati oleh masyarakat kecil, bukan para konglomerat.

Soal ritme kerja yang tinggi di BPH Migas, dia pun mengaku sudah terbiasa. Setidaknya ia memiliki modal bagus sebelum menjabat sebagai Kepala BPH Migas.

Tubagus adalah sosok penjelajah. Berbagai daerah sudah ia sambangi. Terbang ke luar negeri juga kesehariannya dari dulu. "Kebiasaan ini salah satu modal saya menyongsong era pasar bebas BBM," tuturnya.

Khusus untuk dinas luar negeri, Tubagus bolehlah dibilang memang penjelajah. Hingga saat ini, tidak kurang 30 negara pernah ia singgahi, dan hampir seluruh benua sudah ia jejaki.

Namun, di balik kemampuannya itu, ia mengakui selaku regulator dan pengawas BPH Migas tak selamanya bisa menjalankan tugas itu sendiri. Karena itu, Tubagus tak henti-hentinya mengajak semua pihak agar bisa membantu. "Asal bahu-membahu, maka takkan ada program yang mandek. Toh, semua itu untuk kebaikan bersama," tutur mantan guru SMA ini.Turyanto

0 komentar: