THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Jumat, 22 Mei 2009

Berkah Minyak dan Gas


Uni Emirat Arab adalah sebuah negara federasi yang terdiri dari 7 negara bagian yaitu Dubai, Abu Dhabi, Ajman, Fujairah, Sharjah, Ras Al Khaimah dan Umm Al Qaiwain. Negara yang merdeka pada tahun 1971 dari kolonialis British ini sebelumnya adalah negeri-negeri kecil yang diperintah oleh 7 Emir (Kesultanan).

Sebelum sumber minyak dan gas ditemukan, UAE hanyalah sebuah negara nelayan termasuk budidaya dan perdagangan mutiara. Abu Dhabi merupakan saksi hidup pertama perubahan peradaban UAE secara keseluruhan dengan ditemukannya sumber minyak dan gas pada tahun 1962. Sumber dan potensi ekonomi ini secara cepat dan cermat dieksploitasi dan dikembangkan oleh Sheikh Zayed Al Nahyan, presiden UAE waktu itu, untuk kemakmuran negara dan rakyat UAE. Ada tiga sektor pembangunan yang diprioritaskan oleh Sheikh yaitu peningkatan kualitas hidup rakyat UAE, pendidikan, dan infrastruktur utama negara.

Kalau kita lihat pola penggunaan dana migas ini, UAE telah mengelolanya dengan baik. Pertama, apapun sumber yang dimiliki oleh suatu negara, maka asas manfaatnya haruslah bagi rakyat. Peningkatan standar kualitas hidup adalah hal yang paling mustahak seperti peningkatan standar pelayanan kesehatan, cara hidup sehat, fasilitas dan kemudahan rakyat dan sebagainya. Jika kualitas hidup naik, maka kesenjangan secara relatif tidak akan pernah wujud. Begitu juga dengan sektor pendidikan; mempersiapkan sumber daya manusia yang akan mewariskan estafet pembangunan dan pengelolaan sumber-sumber pendapatan negara adalah sesuatu yang sangat mendasar. Selanjutnya infrastruktur utama negara seperti jalan raya, pelabuhan, bandara, tenaga listrik, komunikasi, dan sebagaimnya dikembangkan untuk menjamin roda perekonomian berjalan lancar dan juga menarik perhatian dan minat investor untuk menanamkan modalnya di UAE.

Sebagai efek pengembangan industri migas ini, UAE secara terbuka menerima kedatangan para pekerja asing. Kalau dilihat dari perkembangan komposisi populasi UAE sekarang, maka hampir 80 persen penduduknya adalah imigran asing dimana setengah daripadanya adalah keturunan India dan Pakistan. Hanya sekitar 20 persen saja dari penduduk UAE adalah warga keturunan tempatan (Emiriy) selebihnya keturunan Asia Selatan (India dan Pakistan), Arab dan Iran. Ini belum termasuk pekerja ekpatriates yang datang dari seluruh pelosok dunia. Kebanyakan pendatang India dan Pakistan ini bekerja sebagai supir taxi, bus, penjaga toko, buruh bangunan, dan sebagainya. Dari segi memilih pekerjaan ini, hal yang menarik untuk diperhatikan di UAE adalah mereka tidak begitu ketat dengan posisi manajerial ke bawah bagi warga asing. Karenanya, ramai sekali warga asing di UAE seperti di Dubai menjabat posisi penting dalam perusahaan bisnis, industri, perguruan tinggi dan sebagainya. Cuma semua jabatan penting seperti Presiden Direktur, CEO dan yang setara dengannya mesti dipegang oleh warga Emiriy.

Dengan pendapatan per kapita sekitar USD37,300 telah menempatkan UAE sebagai negara 20 besar dengan income per capita tertinggi di dunia atau di urutan ke-3 di kawasan Teluk setelah Qatar (ranking 1 dunia dengan income per capita USD80,900) dan Kuwait dengan income per capita USD39,300.

Menyadari sepenuhnya kondisi sumber migas yang tidak dapat diperbaharui, maka pemerintah UAE tidak hanya menfokuskan pembangunan bersumber dari sumber migas. Kota Dubai telah “disulap” menjadi pusat wisata kelas dunia dengan mendirikan beberapa landmark prestisius yang cukup menggemparkan dunia. Transformasi kota Dubai dari kota perikanan dan perdagangan mutiara dan emas menjadi kota wisata yang modern dan metropolitan juga melibatkan pihak investor asing. Berbagai cara ditempuh oleh pemerintah UAE untuk menggalakkan investor menanam modalnya di UAE.

Sebagai contoh, pada tahun 2004, UAE telah menandatangani “Trade and Investment Agreement” dengan Washington yang membolehkan dan mengizinkan investor asal USA untuk menanamkan modalnya di UAE dengan menawarkan 100 persen hak kepemilikan dan zero taxes (nol persen pajak). Berbagai kebijakan dan peraturan mengenai investasi dan perpajakan dipermudah untuk semua investor. Maka lahirlah di UAE apa yang dunia saksikan sekarang: Burj Al Arab (hotel berbintang 7, the world’s tallest and most luxurious hotel), tiga kompleks “Palm” (Pulau buatan manusia terbesar di dunia), dan Burj Dubai (Struktur bangunan paling tinggi yang pernah dibuat manusia, tingginya 818 meter atau hampir 8 kali tinggi menara Monas di Jakarta atau hampir 2 kali tinggi KLCC di Kuala Lumpur) dan banyak lagi landmark mercusuar lainnya untuk menarik wisatawan lokal dan manca negara berkunjung ke UAE.

Mencontoh UAE
Apa yang dapat dicontoh oleh Aceh dengan UAE? Tentu banyak sekali. Pertama, sebagai daerah penghasil migas di Indonesia, Aceh seyogianya mencontoh UAE dari segi pengelolaan dana migas untuk meningkatan taraf kualitas hidup rakyat, meningkatkan taraf sumber daya manusia melalui pendidikan, dan mewujudkan infrastruktur utama yang dapat mendorong laju pertumbuhan dan kelancaran roda perekonomian Aceh pada masa akan datang. Saya berpendapat, alangkah ruginya Aceh sekiranya tidak memamfaatkan dana migas salah satunya untuk mewujudkan infrastruktur asas di Aceh seperti kecukupan sumber daya listrik, perhubungan dan telekomunikasi. Kedua infrastruktur ini membutuhkan dana yang cukup besar yang tidak mungkin didapat dari sumber lain untuk sementara ini. Infrastruktur tidak boleh menunggu investor asing ketika pada waktu yang bersamaan investor asing pun berharap adanya infrastruktur asas ini sebagai syarat investasi mereka. Adalah kesia-siaan mengharapkan adanya investor asing menanam modal untuk infrastruktur asas tempat bergantung hajat hidup orang banyak di tengah situasi investasi Aceh dan juga Indonesia yang belum begitu kondusif. Investor adalah efek domino kondisi investasi yang kondusif sebagai akibat adanya infrastruktur asas.

Ketiga, Aceh tidak seharusnya menumpu diri pada pembangunan berdasarkan dana migas. Sebagai daerah pesisir dengan garisan pantai pasir putih dan pulau-pulau yang indah, tentunya menjanjikan prospek pengembangan pariwisata pada masa akan datang. Mencontoh Dubai di UAE, sektor pariwisata selayaknya tidak menfokus diri pada sumber alam yang indah, tetapi juga penciptaan sumber-sumber wisata lain yang unique dan menarik yang tidak ada di tempat lain. Semua sumber-sumber ini mesti dikelola secara baik dan profesional menarik sebanyak-banyaknya wisatawan domestik dan juga manca negara datang ke Aceh. Ketersediaan infratrsuktur yang mendukung pariwisata juga mesti disediakan secara bersamaan. Untuk ini peran investor dapat diharapkan. Kembali mencontoh UAE dalam hal investasi, pemerintah Aceh perlu segera menelurkan kebijakan dan peraturan investasi dan perpajakan yang menarik dan menjanjikan. Kebijakan dan regulasi UAE tentang ini patut dicontoh dengan memberikan hak kepemilikan dan peniadaan pajak investasi untuk jangka waktu tertentu. Malaysia, di jaman Mahathir Mohamad, membebaskan pajak investasi sehingga 10-20 tahun bagi menggalakan investor “melabur” (istilah Malaysia untuk investasi).

Keempat, Aceh harus membuka diri dan menerima kedatangan orang asing yang mempunyai kepakaran yang boleh digunakan bagi pembangunan Aceh. Asimilasi selalunya menghasilkan hal-hal positif, asalkan jangan asimilasi agama. Rakyat Aceh sendiri adalah hasil asimilasi beratus tahun dengan berbagai latar belakang keturunan yang berbeda Arab, Eropa, Cina dan sebagainya. UAE adalah contoh yang sangat ekstrim tentang asimilasi kependudukan. Walaupun kita tidak mengharapkan asimilasi sehingga 20:80 seperti UAE terjadi di Aceh, setidaknya isu pertukaran budaya ini tidak dipandang sebagai sesuatu yang memudaratkan Aceh, malah seharusnya dijadikan pencetus perubahan sikap dan prilaku masyarakat Aceh ke depan. Di sini peran pemerintah Aceh dan tokoh masyarakat sangat signifikan bagi menentukan proses asimilasi ini berlaku tepat, sesuai, dan dalam koridor yang di harapkan yaitu meningkatnya sikap daya saing (competitiveness) masyarakat Aceh terhadap dunia luar.

Seperti UAE yang berhasil merubah padang pasir menjadi negara metroplitan, jika ini berhasil dicontoh oleh Aceh, maka efek dominonya akan banyak sekali seperti penurunan angka kemiskinan dan pengangguran, bergeraknya roda perekonomian, penciptaan lapangan pekerjaan dan sebagainya. Tapi mungkinkah bagi Aceh untuk mencontohi UAE sekarang ini? Jawabannya terpulang kepada kita semua. Wallahu a’lam bis shawab.

0 komentar: