Seiring melemahnya harga minyak dunia, turut mempengaruhi keuangan secara nasional, sehingga ditakutkan penerimaan dana bagi hasil minyak dan gas bumi (Migas) untuk Aceh pada tahun anggaran 2009 akan menurun dari target Pemerintah Aceh

“Jika harga minyak dunia turun, maka secara otomatis Negara tidak hanya memikirkan satu Provinsi saja, seperti Aceh dalam hal pembagian Dana Migas dan pembagiannya nanti sesuai dengan pemberlakuan harga minyak dunia,” ungkap Pengamat Ekonomi Nasional, DR Muhammad Fadhil Hasan, M.Sc, disela-sela kegiatan Indonesia Economic Challenge BEM Fakultas Ekonomi Unsyiah kemarin.

Untuk Aceh, dana yang bersumber dari alokasi tambahan dana bagi hasil sumber daya alam, dari perkiraan total penerimaan Negara yang berasal dari Pertambangan Gas Alam bumi di Aceh, katanya, sesuai dengan UU PA, sebesar 55 persen untuk minyak bumi dan gas alam 40 persen.

Menurut Fadhil, besaran anggaran daerah itu akan mengikuti penerimaan anggaran Negara dari pendapatan, sehingga, ungkap Staf Ahli Anggaran DPR RI itu, Aceh selaku daerah otonomi khusus kemungkinan akan turut berimbas dan anggaran akan terkoreksi.

Imbas nantinya, ungkapnya, APBA 2009 akan turut terkoreksi lagi, karena selama proyek pembangunan pasca tsunami, BRR meningalkan asset yang besar, sehingga dana APBA nantinya akan ikut dialokasikan untuk perawatan.

Begitu juga dengan program yang belum selesai, katanya, karena banyak perumahan dan fasilitas umum lain yang belum selesai dikerjakan BRR, sehingga Pemerintah Aceh akan memikul beban nentinya.

Sementara itu, Pakar Ekonomi dari Universitas Syiah Kuala, DR Nazamuddin, MA, saat dimintai tanggapannya terkait dana bagi hasil Migas untuk Aceh, membenarkan jika harga melemah maka bagi hasil akan ikut turun. “Kalau harga dolar naik, bagi hasil migas dan dana lainnya akan turut meningkat,” kata Nazamuddin.

Jumlah anggaran dari bagi hasil migas untuk Aceh pada tahun anggaran 2009, Katanya, nanti akan tergantung asumsi harga minyak dunia saat APBN di bahas.

Harga minyak dunia pernah mencapai diatas US$ 100 per barel dan sekarang harga minyak dunia jauh menurun, jelasnya, menjadi US$ 60 per barel.

Lanjutnya, selain dari dana bagi hasil migas, Aceh sebenarnya juga mendapatkan dana otonomi khusus dan termasuk anggaran yang besar, sehingga, ungkap Ekonom Aceh itu, Pemerintah Aceh seharusnya tidak hanya memikirkan jumlah dan besaran dana bagi hasil migas.

Karenanya, lanjut Nazamuddin, dana bagi hasil Migas untuk Aceh sekitar Rp 2 Triliun lebih, tetapi, kritiknya, Pemerintah Aceh masih belum mampu mengelola dan belum terserap.

Seharusnya, kata Nazamuddin, Pemerintah Aceh tidak hanya memikirkan penerimaan yang besar, namun bagaimana dana besar itu, katanya, mampu mengeluarkan sesuai prioritas dan kebutuhan masyarakat Aceh.

Dana Alokasi Umum (DAU) saja bertahap disalurkan, sehingga pemerintah pusat bisa saja memberi pinalti dengan menahan DAU, jika, lanjutnya, Pemerintah Aceh dan Legislatif belum mampu melaksanakan dengan professional.

“Semua dana penerimaan untuk APBA itu diterima pertahap, seperti laiknya proyek juga,” ungkap Nazamuddin.

Menjelang masa anggaran yang tinggal hitungan jari, Nazamuddin mengaku pesimis dengan daya serap APBA, kebiasaan Pemerintah Aceh, katanya, Akhir November atupun awal Desember nanti, pengeluaran akan meningkat sehingga diprediksi, daya serap angagran hanya separuh dari total APBA.

Tetapi dengan catatan, katanya, pelaksaan pada luncuran proyek APBA 2008 tidak mengalami gangguan dan kendala, “Jika hujan, banjir maka perencaan daya serap APBA 2008 malah tidak mencapai separuh dari total,” ungkap Nazamuddin.

Menurutnya, permasalahan daya serap APBA bisa diperbaiki, jika perencaanan dapat dirubah, karena, ungkapnya, selain peningkatan kapasitas bagi pejabat di Aceh, Kepala Dinas dan Instansi yang masih tergolong baru, juga harus dibuat perencaan pembuatan proyek besar dan berkelanjutan.

Proyek itu, dengan sekali tender dan berkelanjutan, lanjutnya, akan membuat pembangunan di Aceh makin bagus, dengan otomatis daya serap anggaran akan ikut menunjang, namun anggarannya tidak diganggu.

“Seperti pembuatan jalan High Way di lintas timur, akan membutuhkan waktu yang lama dan memerlukan biaya besar, sehingga program Pemerintah Aceh kedepan, seharusnya yang besar-besar saja dan tidak memaksakan,” sarannya