Selasa, 05 Mei 2009
Aspek dalam pencak silat
Pencak Silat sebagai ajaran kerohanian
Umumnya Pencak Silat mengajarkan pengenalan diri pribadi sebagai insan atau mahluk hidup yang pecaya adanya kekuasaan yang lebih tinggi yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Biasanya, Pencak Silat sebagai ajaran kerohanian/kebatinan diberikan kepada siswa yang telah lanjut dalam menuntut ilmu Pencak Silatnya. Sasarannya adalah untuk meningkatkan budi pekerti atau keluhuran budi siswa. Sehingga pada akhirnya Pencak Silat mempunyai tujuan untuk mewujudkan keselarasan/ keseimbangan/keserasian/alam sekitar untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, guna mengisi Pembangunan Nasional Indonesia dalam mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya yang Pancasilais.
Pencak Silat sebagai seni
Ciri khusus pada Pencak Silat adalah bagian kesenian yang di daerah-daerah tertentu terdapat tabuh iringan musik yang khas. Pada jalur kesenian ini terdapat kaidah-kaidah gerak dan irama yang merupakan suatu pendalaman khusus (skill). Pencak Silat sebagai seni harus menuruti ketentuan-ketentuan, keselarasan, keseimbangan, keserasian antara wirama, wirasa dan wiraga.
Di beberapa daerah di Indonesia Pencak Silat ditampilkan hampir semata-mata sebagai seni tari, yang sama sekali tidak mirip sebagai olahraga maupun bela diri. Misalnya tari serampang dua belas di Sumatera Utara, tari randai di Sumatera Barat dan tari Ketuk Tilu di Jawa Barat. Para penari tersebut dapat memperagakan tari itu sebagai gerak bela diri yang efektif dan efisien untuk menjamin keamanan pribadi.
Pencak Silat sebagai olahraga umum
Walaupun unsur-unsur serta aspek-aspeknya yang terdapat dalam Pencak Silat tidak dapat dipisah-pisahkan, tetapi pembinaan pada jalur-jalur masing-masing dapat dilakukan. Di tinjau dari segi olahraga kiranya Pencak Silat mempunyai unsur yang dalam batasan tertentu sesuai dengan tujuan gerak dan usaha dapat memenuhi fungsi jasmani dan rohani. Gerakan Pencak Silat dapat dilakukan oleh laki-laki atau wanita, anak-anak maupun orang tua/dewasa, secara perorangan/kelompok.
Usaha-usaha untuk mengembangkan unsur-unsur olahraga yang terdapat pada Pencak Silat sebagai olahraga umum dibagi dalam intensitasnya menjadi :
- Olahraga rekreasi
- Olahraga prestasi
- Olahraga massal
Pada seminar Pencak Silat di Tugu, Bogor tahun 1973, Pemerintah bersama para pembina olahraga dan Pencak Silat telah membahas dan menyimpulkan makalah-makalah :
- 1. Penetapan istilah yang dipergunakan untuk Pencak Silat
- 2. Pemasukan Pencak Silat sebagai kurikulum pada lembaga-lembaga pendidikan
- 3. Metode mengajar Pencak Silat di sekolah
- 4. Pengadaan tenaga pembina/guru Pencak Silat untuk sekolah-sekolah
- 5. Pembinaan organisasi guru-guru Pencak Silat dan kegiatan Pencak Silat di lingkungan sekolah
- 6. Menanamkan dan menggalang kegemaran serta memassalkan Pencak Silat di kalangan pelajar/mahasiswa.
Sebagai tindak lanjut dari pemikiran-pemikiran tersebut dan atas anjuran Presiden Soeharto, program olahraga massal yang bersifat penyegaran jasmani digarap terlebih dahulu, yang telah menghasilkan program Senam Pagi Indonesia (SPI).
Pencak Silat sebagai olahraga prestasi (olahraga pertandingan)
Pengembangan Pencak Silat sebagai olahraga & pertandingan (Championships) telah dirintis sejak tahun 1969, dengan melalui percobaan-percobaan pertandingan di daerah-daerah dan di tingkat pusat. Pada PON VIII tahun 1973 di Jakarta telah dipertandingkan untuk pertama kalinya yang sekaligus merupakan Kejuaraan tingkat Nasional yang pertama pula. Masalah yang harus dihadapi adalah banyaknya aliran serta adanya unsur-unsur yang bukan olahraga yang sudah begitu meresapnya di kalangan Pencak Silat. Dengan kesadaran para pendekar dan pembina Pencak Silat serta usaha yang terus menerus maka sekarang ini program pertandingan olahraga merupakan bagian yang penting dalam pembinaan Pencak Silat pada umumnya. Sementara ini Pencak Silat telah disebarluaskan di negara-negara Belanda, Belgia, Luxemburg, Perancis, Inggris, Denmark, Jerman Barat, Suriname, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru.
Program pembinaan Pencak Silat
Pencak Silat sebagai budaya Nasional bangsa Indonesia mempunyai banyak ragam khas maisng-masing daerah, jumlah perguruan/aliran di segenap penjuru tanah air ini diperkirakan sebanyak 820 perguruan/aliran.
Oleh karena itu dirasakan perlu adanya pembinaan yang sistimatis untuk melestarikan warisan nenek moyang kita. Terlebih-lebih setelah Kungfu masuk IPSI, atas anjuran Pemerintah berdasarkan pertimbangan lebih baik Kungfu berada di dalam IPSI sehingga lebih mudah dalam mengadakan pengawasan dan pengendalian terhadapnya, sekaligus menasionalisasikan.
Standarisasi yang telah dirintis pembuatannya, hanyalah untuk jurus dasar bagi keperluan khusus olahraga dan bela diri. Sedangkan pengembangannya telah diserahkan kepad setiap perguruan yang ada. Sistem pembinaan yang dipakai oleh IPSI ialah setiap aspek yang ada dijadikan jalur pembinaan, sehingga jalur pembinaan Pencak Silat meliputi :
- 1. Jalur pembinaan seni
- 2. Jalur pembinaan olahraga
- 3. Jalur pembinaan bela diri
- 4. Jalur pembinaan kebatinan
Keempat jalur ini diolah, dengan saringan dan mesin sosial budaya, yaitu Pancasila.
Diposting oleh Aneuk Nanggroe di 20.27 0 komentar
Label: HOBBY
Sejarah Ikatan Pencak Silat Indonesia
hSejarah dan perkembangannya
Pencak Silat sebagai bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia berkembang sejalan dengan sejarah masyarakat Indonesia. Dengan aneka ragam situasi geografis dan etnologis serta perkembangan zaman yang dialami oleh bangsa Indonesia, Pencak Silat dibentuk oleh situasi dan kondisinya. Kini Pencak Silat kita kenal dengan wujud dan corak yang beraneka ragam, namun mempunyai aspek-aspek yang sama.
Pencak Silat merupakan unsur-unsur kepribadian bangsa Indonesia yang dimiliki dari hasil budi daya yang turun temurun. Sampai saat ini belum ada naskah atau himmpunan mengenai sejarah pembelaan diri bangsa Indonesia yang disusun secara alamiah dan dapat dipertanggung jawabkan serta menjadi sumber bagi pengembangan yang lebih teratur.
Hanya secara turun temurun dan bersifat pribadi atau kelompok latar belakang dan sejarah pembelaan diri inti dituturkan. Sifat-sifat ketertutupan karena dibentuk oleh zaman penjajahan di masa lalu merupakan hambatan pengembangan di mana kini kita yang menuntut keterbukaan dan pemassalan yang lebih luas.
A. Perkembangan pada zaman sebelum penjajahan Belanda
Nenek moyang kita telah mempunyai peradaban yang tinggi, sehingga dapat berkembang menjadi rumpun bangsa yang maju. Daerah-daerah dan pulau-pulau yang dihuni berkembnag menjadi masyarakat dengan tata pemerintahan dan kehidupan yang teratur. Tata pembelaan diri di zaman tersebut yang terutama didasarkan kepada kemampuan pribadi yang tinggi, merupakan dasar dari sistem pembelaan diri, baik dalam menghadapi perjuangan hidup maupun dalam pembelaan berkelompok.
Para ahli pembelaan diri dan pendekar mendapat tempat yang tinggi di masyarakat. Begitu pula para empu yang membuat senjata pribadi yagn ampuh seperti keris, tombak dan senjata khusus. Pasukan yang kuat di zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit serta kerajaan lainnya di masa itu terdiri dari prajurit-prajurit yang mempunyai keterampilan pembelaan diri individual yang tinggi. Pemukupan jiwa keprajuritan dan kesatriaan selalu diberikan untuk mencapai keunggulan dalam ilmu pembelaan diri. Untuk menjadi prajurit atau pendekar diperulan syarat-syarat dan latihan yang mendalam di bawah bimbingan seorang guru. Pada masa perkembangan agama Islam ilmu pembelaan diri dipupuk bersama ajaran kerohanian. Sehingga basis-basis agama Islam terkenal dengan ketinggian ilmu bela dirinya. Jelaslah, bahwa sejak zaman sebelum penjajahan Belanda kita telah mempunyai sistem pembelaan diri yang sesuai dengan sifat dan pembawaan bangsa Indonesia.
B. Perkembangan Pencak Silat pada zaman penjajahan Belanda
Suatu pemerintahan asing yang berkuasa di suatu negeri jarang sekali memberi perhatian kepada pandangan hidup bangsa yang diperintah. Pemerintah Belandan tidak memberi kesempatan perkembangan Pencak Silat atau pembelaan diri Nasional, karena dipandang berbahaya terhadap kelangsungan penjajahannya. Larangan berlatih bela diri diadakan bahkan larangan untuk berkumpul dan berkelompok. Sehingga perkembangan kehidupan Pencak Silat atau pembelaan diri bangsa Indonesia yang dulu berakar kuat menjadi kehilangan pijakan kehidupannya. Hanya dengan sembunyi-sembunyi dan oleh kelompok-kelompok kecil Pencak Silat dipertahankan. Kesempatan-kesempatan yang dijinkan hanyalah berupa pengembangan seni atau kesenian semata-mata masih digunakan di beberapa daerah, yang menjurus pada suatu pertunjukan atau upacara saja. Hakekat jiwa dan semangat pembelaan diri tidak sepenuhnya dapat berkembang. Pengaruh dari penekanan di zaman penjajahan Belanda ini banyak mewarnai perkembangan Pencak Silat untuk masa sesudahnya.
C. Perkembangan Pencak Silat pada pendudukan Jepang
Politik Jepang terhadap bangsa yang diduduki berlainan dengan politik Belanda. Terhadap Pencak Silat sebagai ilmu Nasional didorong dan dikembangkan untuk kepentingan Jepang sendiri, dengan mengobarkan semangat pertahanan menghadapi sekutu. Di mana-mana atas anjuran Shimitsu diadakan pemusatan tenaga aliran Pencak Silat. Di seluruh Jawa serentak didirkan gerakan Pencak Silat yang diatur oleh Pemerintah. Di Jakarta pada waktu itu telah diciptakan oleh para pembina Pencak Silat suatu olarhaga berdasarkan Pencak Silat, yang diusulkan untuk dipakai sebagai gerakan olahraga pada tiap-tiap pagi di sekolah-sekolah. Usul itu ditolak oleh Shimitsu karena khawatir akan mendesak Taysho, Jepang. Sekalipun Jepang memberikan kesempatan kepada kita untuk menghidupkan unsur-unsur warisan kebesaran bangsa kita, tujuannya adalah untuk mempergunakan semangat yang diduga akan berkobar lagi demi kepentingan Jepang sendiri bukan untuk kepentingan Nasional kita.
Namun kita akui, ada juga keuntungan yang kita peroleh dari zaman itu. Kita mulai insaf lagi akan keharusan mengembalikan ilmu Pencak Silat pada tempat yang semula didudukinya dalam masyarakat kita.
D. Perkembangan Pencak Silat pada Zaman Kemerdekaan
Walaupun di masa penjajahan Belanda Pencak Silat tidak diberikan tempat untuk berkembang, tetapi masih banyak para pemuda yang mempelajari dan mendalami melalui guru-guru Pencak Silat, atau secara turun-temurun di lingkungan keluarga. Jiwa dan semangat kebangkitan nasional semenjak Budi Utomo didirikan mencari unsur-unsur warisan budaya yang dapat dikembangkan sebagai identitas Nasional. Melalui Panitia Persiapan Persatuan Pencak Silat Indonesia maka pada tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta terbentuklah IPSI yang diketuai oleh Mr. Wongsonegoro.
Program utama disamping mempersatukan aliran-aliran dan kalangan Pencak Silat di seluruh Indonesia, IPSI mengajukan program kepada Pemerintah untuk memasukan pelajaran Pencak Silat di sekolah-sekolah.
Usaha yang telah dirintis pada periode permulaan kepengurusan di tahun lima puluhan, yang kemudian kurang mendapat perhatian, mulai dirintis dengan diadakannya suatu Seminar Pencak Silat oleh Pemerintah pada tahun 1973 di Tugu, Bogor. Dalam Seminar ini pulalah dilakukan pengukuhan istilah bagi seni pembelaan diri bagnsa Indonesia dengan nama "Pencak Silat" yang merupakan kata majemuk. Di masa lalu tidak semua daerah di Indonesia menggunakan istilah Pencak Silat. Di beberapa daerah di jawa lazimnya digunakan nama Pencak sedangkan di Sumatera orang menyebut Silat. Sedang kata pencak sendiri dapat mempunyai arti khusus begitu juga dengan kata silat.
Pencak, dapat mempunyai pengertian gerak dasar bela diri, yang terikat pada peraturan dan digunakan dalam belajar, latihan dan pertunjukan.
Silat, mempunyai pengertian gerak bela diri yang sempurna, yang bersumber pada kerohanian yang suci murni, guna keselamatan diri atau kesejahteraan bersama, menghindarkan diri/ manusia dari bela diri atau bencana. Dewasa ini istilah pencak silat mengandung unsur-unsur olahraga, seni, bela diri dan kebatinan. Definisi pencak silat selengkapnya yang pernah dibuat PB. IPSI bersama BAKIN tahun 1975 adalah sebagai berikut :
Pencak Silat adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela/mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritasnya (manunggalnya) terhadap lingkungan hidup/alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Diposting oleh Aneuk Nanggroe di 20.22 0 komentar
Label: HOBBY
Laut Tercemar, Akibat Pemboran Minyak di Celah Timor
Senin, 13 Desember 2004 | 13:49 WIB
Direktur WTCF, Ferdi Tanone, dalam siaran pers, Senin (13/12) menjelaskan, empat sumur milik Australia yang bocor itu sangat dekat dengan pulau-pulau terluar Indonesia sehingga akan mengancam biota laut dan keselamatan masyarakat.
Karena itu, WTCF mendesak pemerintah Indonesia untuk segera membentuk tim pencari fakta tentang pencemaran lingkungan di Laut Timor. "Bila benar terjadi kebocoran minyak di wilayah itu maka dapat dipastikan Laut Timor telah tercemar," kata Tanoni.
Menurut Tanoni, pihaknya berkeyakinan, Laut Timor telah tercemari akibat berbagai kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi di perairan itu. "Sudah dapat dipastikan, bila terjadi kebocoran minyak maupun gas bumi maka yang paling banyak menderita adalah masyarakat Timor Barat, Rote-Ndao, Sabu, Sumba, Alor dan Timor Timur, bukan Australia Utara atau Australia Barat," katanya. Namun ironisnya, 85 - 90 persen hasil kekayaan di Laut Timor dinikmati Australia dan Timor Leste.
Berkaitan dengan pencemaran di laut Timor, WTCF menyerukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Timor Leste Xanana Gusmao dan PM Australia John Howard untuk memperhatikan rintihan masyarakat Indonesia khususnya NTT dengan cara meninjau kembali perjanjian dan nota kesepahaman dan merundingkan kembali perjanjian celah Timor secara Trilateral.
Diposting oleh Aneuk Nanggroe di 19.28 0 komentar
Label: MIGAS
RENCANA PENELITIAN GEODINAMIKA CEKUNGAN BANDUNG DENGAN PEMBORAN INTI 2007-2010
Secara geologis, Dataran Tinggi Bandung yang terletak pada elevasi sekitar 700 m dpl (Gb. 1) merupakan sebuah zona depresi antar gunung (intermontane depression) yang cukup luas dan lebih dikenal sebagai Cekungan Bandung (Bandung Basin). Dalam dua dasawarsa terakhir ini Cekungan Bandung mengalami tekanan daya dukung fisik yang cukup berat karena harus menerima beban sekitar 5.4 juta penduduk (Gb. 2) dan sekitar 500 aneka jenis industri (Gb. 3) yang bergantung kepada sumber daya geologi terbatas yang dimilikinya. Menurunnya daya dukung lingkungan akibat perubahan tata guna lahan yang cepat (Gb. 4) terjadi akibat eksploitasi sumber daya geologi secara berlebihan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri (Gb. 5). Terkait dengan tugas dan fungsi Badan Geologi, ada 2 (dua) isu strategis yang berkembang sebagai permasalahan utama yang dihadapi Cekungan Bandung, yaitu: a). Masalah sumber daya geologi yang terbatas (khususnya hidrogeologi air tanah dan bahan galian), dan b). Masalah kebencanaan geologi (krisis air, penurunan lahan, banjir, dan gempabumi). Meskipun banyak penelitian geosains (litologi, stratigrafi, tektonik) (Gb. 6, 7) dan terapan (hidrogeologi airtanah, geoteknik, resapan dll.) telah dilakukan untuk memecahkan permasalahan di Cekungan Bandung, namun sebagian besar masih dilaksanakan secara sektoral dan terpisah-pisah sehingga belum dapat memberikan solusi menyeluruh terhadap permasalahan yang berkembang di Cekungan Bandung.
Diposting oleh Aneuk Nanggroe di 19.25 0 komentar
Label: MIGAS
Lumpur Pemboran
Lumpur Pemboran
Lumpur umumnya campuran dari tanah liat (clay), biasanya bentonite, dan air yang digunakan untuk membawa cutting ke atas permukaan. Lumpur berfungsi sebagai lubrikasi dan medium pendingin untuk pipa pemboran dan mata bor. Lumpur merupakan komponen penting dalam pengendalian sumur (well-control), karena tekanan hidrostatisnya dipakai untuk mencegah fluida formasi masuk ke dalam sumur. Lumpur juga digunakan untuk membentuk lapisan solid sepanjang dinding sumur (filter-cake) yang berguna untuk mengontrol fluida yang hilang ke dalam formasi (fluid-loss).
Sistem yang paling penting di rig adalah sistem sirkulasi lumpur pemboran. lumpur pemboran dipompakan ke dalam pipa bor yang akan disemprotkan keluar melalui nozzle pada pahat dan kembali ke permukaan melalui ruang antara pipa dan lubang. Lumpur pemboran akan mengangkat potongan-potongan batu yang dibuat oleh pahat (disebut cuttings) ke permukaan. Hal ini mencegah penumpukan serbuk bor di dasar lubang. selama pemboran, lubang sumur selalu penuh terisi lumpur pemboran untuk mencegah mengalirnya fluida seperti air, gas atau minyak dari batuan bawah tanah ke lubang sumur. Jika minyak atau gas dapat mengalir ke permukaan saat pemboran, akan menyebabkan kebakaran. Bahkan jika hanya air yang mengalir saja dapat menggugurkan lubang dan membuat kita kehilangan sumur. dengan adanya lumpur pemboran, fluida ini tertahan berada di dalam batuan. pemboran sumur di lepas pantai hampir sama dengan pemboran di daratan. Untuk sumur wildcat di lepas pantai, rig dinaikkan di atas barge, anjungan (platform) terapung, atau kapal yang dapat berpindah. apabila lapangan lepas pantai sudah ditentukan, anjungan (platform) produksi akan dipasang untuk membor sumur-sumur lainnya dan memproduksi migas.
Karena lumpur pemboran menjaga agar migas tetap berada di dalam batuan, cadangan migas bawah tanah pun dapat dibor tanpa mengindikasikan adanya migas, sehingga diperlukan evaluasi sumur dengan cara menurunkan peralatan rekam wireline. Truk alat rekam dipanggil, menurunkan tabung berisi instrumen yang disebut sonde ke dalam lubang sumur. ketika sonde diangkat keluar lubang, instrumen akan merekam secara elektrik, suara dan radioaktif sifat-sifat batuan dan fluida yang dilaluinya. Pengukuran ini direkam pada kertas panjang bergaris yang disebut well log. well log ini memberi informasi tentang komposisi lapisan batuan, pori-pori, dan fluida yang mungkin ada di dalamnya.
Diposting oleh Aneuk Nanggroe di 19.22 0 komentar
Label: MIGAS
Kejadian Dahsyat akibat Kecelakaan Pemboran Sumur Migas Dengan Penanganan Yang Lalai
Rudi Rubiandini R.S
“Kejadian Blowout (keluarnya fluida dari dalam bumi ke permukaan tidak terkendali), yang merupakan akibat langsung dari kegiatan pemboran di wilayah Sukowati dan Sidoardjo telah sangat mengagetkan masyarakat, menakutkan, dan tidak jarang memberi trauma seperti halnya kejadian gempa bumi maupun tsunami. Tentu hal ini dapat dilihat sebagai imbal-balik dari kegiatan manusia yang “bermain-main”, dan berusaha mengeksploitasi alam semesta.
Kejadian Blowout selama ini sering terjadi pada industri migas, dan jarang sekali mengakibatkan efek langsung kepada masyarakat, justru keselamatan pekerja yang memang dekat dengan sumber bencana sangat dikhawatirkan. Sehingga peraturan keselamatan kerja bidang migas sangat ketat, dapat kita lihat pada kasus Sukowati maupaun Sidoardjo tidak ada pekerja yang cedera, begitu pula dalam sejarah Blowout Indonesia maupun dunia hanya sedikit mencederai pekerja maupun manusia pada umumnya. Namun dalam kasus Sidoarjo telah mengakikatkan dampak terutama terhadap masyarakat yang sangat signifikan, walaupun pelan tapi pasti, hal ini diperparah dengan sangat lambatnya penanggulangan, baik karena keteledoran maupun karena faktor-faktor non-teknis yang disebabkan ketidak-tegasan dalam perintah serta tugas yang diberikan pada pelaksana di lapangan.
Akibat dari penanganan yang lambat dan lalai seperti ini mengakibatkan efeknya sangat dahsyat dan berlangsung sangat lama, dan akan menjadi sejarah baru dalam dunia migas atau mungkin satu-satunya di dunia, dimana panganan Blowout dilakukan lebih dari setahun.
Dalam statistik dunia sudah ratusan bahkan ribuan kali terjadi blowout, dan di Indonesia menurut catatan penulis dalam 35 tahun terakhir setidaknya telah terjadi blowout sebanyak 17 kali, sehingga hampir setiap 2-3 tahun terjadi kecelakaan Blowout pada saat pengeboran sumur. Bila dibandingkan dengan kegiatan pemboran 300-350 sumur setiap tahun, maka berarti hampir setiap 1000 sumur pemboran terjadi 1 kali kecelakaan blowout.
Disisi lain sejarah menunjukan bahwa seluruh kecelakaan blowout selalu dapat ditanggulangi, ada yang dengan cepat dan ada pula yang bisa berbulan-bulan.
Namun kecelakaan bukanlah hanya sebuah angka, tapi mengapa selalu berulang, Apakah kejadian ini sebagai imbalan dari alam kepada kita.
Antara Kecelakaan dan keteledoran
Indikasi awal sebuah Blowout adalah terjadinya kick yaitu masuknya fluida (air, minyak, atau gas) kedalam lubang sumur yang sedang dibor, kemudian kick yang tidak bisa dikontrol akan mengakibatkan fluida mengalir sampai ke permukaan yang dikenal dengan Blowout.
Apabila kick terdeteksi, setiap ahli pemboran sudah dibekali dengan keterampilan Pressure Control untuk menghentikannya. Sehingga seharusnya setiap ada indikasi kick selalu dapat ditanggulangi. Namun munculnya kick seringkali datang dalam waktu yang sangat cepat hanya beberapa menit saja, sehingga bencana Blowout yang sangat tidak diinginkan oleh setiap ahli pemboran bisa terjadi sewaktu-waktu.
Faktor alamiah saat pemboran dilakukan justru sangat dominan dalam kasus kick ini, karena pada saat perencanaan pemboran dimulai para pekerja hanya dibekali dengan prediksi yang dibuat ahli geologi dan geofisik tentang lapisan batuan yang akan ditembus, baik kualitas maupun perkiraan tekanannya, namun alam di bawah tanah dengan posisi ribuan meter tidak ada yang bisa memastikan, oleh karena itu kecelakaan kick dan blowout ini tetap saja terjadi dan mungkin tetap akan terjadi pada pemboran-pemboran sumur migas berikutnya.
Namun Kejadian Blowout dapat dihindari apabila selama pemboran dilakukan dengan penuh kehati-hatian dengan selalu melaksanakan pekerjaan sesuai SOP (Standard Operating Procedure), serta sebelumnya dilengkapi dengan informasi yang baik dari team Geologi dan geofisik.
Penyebab Kick atau blowout
Selama ini Blowout yang dikenal ada tua jenis, yaitu Surface Blowout (SBO) dan Underground Blowout (UGBO), dimana SBO bila fluida keluar melalui lubang pemboran, sedangkan UGBO bila keluar bukan dari lubang pemboran. Penanggulangan untuk SBO jauh lebih mudah dan cepat, tidak jarang dapat dilakukan hanya dalam beberapa jam, namun UGBO akan memerlukan waktu yang cukup lama, bisa mencapai berbulan-bulan.
Kasus di Sumur Sikowati-5 akhir bulan Juni 2006 di Bojonegoro adalah masih dalam tahap Kick, bukan blowout, karena gas yang naik masih dapat terdeteksi sehingga mampu ditangani dan dikeluarkan, kemudian diinjeksikan lumpur yang sesuai dan pemboran dapat diteruskan sesuai rencana semula. Namun bila kick ini tidak ditangani dengan tuntas, tidak dikeluarkan, bisa saja malah terjadi SBO ataupun UGBO yang mengerikan melebihi kasus Sidoardjo dapat terjadi, berutunglah tim Petrochina dengan segera menyelesaikan kick ini dan rnengeluarkan gas dalam annulus lubang sumur dengan terkendali. Adapun gas yang keluar harus dibakar sehingga tidak membahayakan lingkunan dan penduduk, justru akan sangat berbahaya bila dibiarkan lepas ke udara dan tidak dibakar, atau sebaliknya hanya menunggu dan menutup sumur tanpa
melakukan apa-apa, justru akan memicu terjadinya SBO ataupun UGBO.
Kasus di Sumur Banjarpanji-1 Sidoardjo pada saat Kick pertama kali terjadi telah ditanggulangi pula oleh team Lapindo, namun karena Pipa pemboran hanya sampai kedalaman 4241 feet (setengah lubang dengan kedalaman 9297 feet) maka masih ada potensi kick lanjutan (kedua, ketiga, dst) dapat terjadi sebelum seluruh lubang terisi dengan fluida lumpur yang memiliki densitas yang melebihi EMW (Equivalent Mud Weight, Tekanan batuan yang dinyatakan dalam satuan berat Lumpur).
Dari Laporan pemboran harian terbaca bahwa memang terjadi penganan yang mengakibatkan tekanan di dalam lubang melebihi tekanan rekah batuan, hal ini bisa terjadi karena sejak kedalaman 3580 feet sampai 9297 feet (5717 feet atau 1750 meter) lubang dalam keadaan terbuka tanpa pipa pelindung yang disebut Casing, sehingga terjadi UGBO. Kekhasan sumur BJP-l adalah, bukan gas atau minyak yang keluar, akan tetapi air asin-panas yang kemudian diperjalanan ke permukaan membawa tanah liat (Shale) sehingga muncul di permukaan sebagai lumpur-panas, maka diperlukan penanggulangan yang khusus.
Kedua kejadian di Jawa Timur ini menyadarkan kita, bahwa teknologi pemboran migas adalah termasuk teknologi yang beresiko kecelakaan sangat tinggi. Kick dan blowout adalah salah satu kecelakaan yang sering dihadapi dalam industri migas diantara puluhan jenis kecelakaan lainnya yang sering muncul.
Resiko Pemboran
Resiko pemboran dapat mengakibatkan kerugian finansial sampai ratusan juta dollar, kerugian lingkungan yang bisa tercemar, dan resiko bisa merenggut nyawa manusia terus berlanjut, namun Pemboran tidak harus dilarang di tempat sulit sekalipun, seperti di tempat yang penuh penduduk, di laut yang sangat dalam, namun pemboran di tempat sulit harus dilakukan dengan standar keselamatan dan keamanan yang tinggi. Hal ini mestinya tertuang dalam suatu dokumen yang mengikat antara pemerintah sebagai wakil masyarakat dengan perusahaan pelaksana, misalnya dalam RPL & RKL atau dalam dokumen tersendiri seperti Contingency Plan atau Emergency Respon Plan (Rencana Tanggap Darurat).
Namun menghindari resiko harus terus diusahakan, mulai dari peralatan yang baik, sampai pekerja yang memiliki keterampilan dan bersertifikat. Sehingga selama para pekerja melakukannya sesuai kaidah keteknikan yang benar. Dalam kasus BJP-1 Faktor terpenting yang melemahkan adalah belum terpasangnya pipa pelindung (casing) yang cukup panjang, dimana terdapat lapisan Shale sepanjang 2520 feet (750 meter) yang terbuka sehingga mengakibatkan pipa pemboran terjepit dan telah menghambat pengangan Kick dengan benar, serta lubang menjadi lebih mudah terpecahkan oleh tekanan di dalam lubang pemboran.
Siapa yang Bertanggung Jawab
Kejadian di BJP-l Sidoardjo jelas merupakan kecelakaan pada proses pemboran, sehingga penanggulangannya wajib dilaksanakan oleh operator pelaksana, sesuai dengan kaidah dalam kontrak kerjasama Migas, yaitu pihak pemerintah menyerahkan konsesi untuk dikelola dengan biaya dan resiko ada pada kontraktor, namun pemerintah akan membayar segala pengeluaran apabila lapangan sudah berproduksi di kemudian hari, namun pengeluaran yang dimaksud adalah pengeluaran dalam rangka memproduksikan migas, bukan kecelakaan akibat keteledoran, apalagi karena selama pelaksanaan sudah diluar dari rencana dan ketentuan yang ada.
Oleh karena itu biaya mematikan semburan bisa saja nantinya dibayar pemerintah dengan skema Cost Recovery (dibayar bila sudah berproduksi), namun beban kecelakaan yang mengakibatkan masyarakat dirugikan harus menjadi tanggung-jawab Lapindo, apalagi jual-beli tanah seluas 600 Ha tentu yang membayar harus Lapindo karena sertifikatnya akan menjadi kepemilikan Lapindo (ini sebagai jula-beli tanah biasa), begitu pula kerugian pengusaha yang terendam, dan reklamasi lingkungan sudah jelas harus ditanggung oleh Lapindo secara bertanggung jawab.
Sekelompok masyarakat ada yang berkeinginan untuk menyatakan kejadian di BJP-1 sebagai “Bencana Alam”, sehingga semua pengeluaran penanggulangan menjadi tanggung-jawab pemerintah, akan sangat menoreh keadilan dan menyakiti hati nurani, semoga kita bersabar atas cobaan yang sedang Tuhan hadapkan di depan kita…Amin.
Rudi Rubiandini R.S.,
Dosen ITB dan Mantan Ketua Tim Investigasi Independen Lumpur Lapindo
KeteranganL: Makalah ini dibagikan pada acara “Dikusi Publik Mencari keadilan Bagi Korban Lumpur Lapindo” yang diselenggarakan di Gedung Muhamadiyah, Jakarta, 29 Mei 2007
Diposting oleh Aneuk Nanggroe di 19.17 0 komentar
Label: MIGAS